Kamis, 29 November 2012

ANALISIS UNSUR BUDAYA PADA KUMPULAN CERPEN JURU MASAK KARYA DAMHURI MUHAMMAD DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI SAMA oleh Santi



BAB 1

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah

            Sastra merupakan cabang ilmu kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia sejak dahulu. Adanya sastra ditengah peradaban manusia tidak dapat ditolak, bahkan kehadiran sastra tersebut diterima sebagai salah satu realitas sosial dan budaya. Sampai pada saat ini sastra tidak saja dinilai sebagai sebuah karya seni yang memiliki budi, imajinasi dan emosi, tetapi telah dianggap suatu karya yang kreatif dan dimanfaatkan oleh manusia.
            Karya sastra merupakan hasil dari masyarakat dalam bidang kebudayaan. Sampai kini sastra merupakan saksi budaya yang terus dikembangkan. Kedatangan sastra ditengah perkembangan teknologi tantangan besar, dimana sastra harus mendapat memberi jalan bagi manusia untuk memperoleh kehidupan, karena sastra memberi dan menyodorkan suatu karya yang bernilai, sehingga tidak sedikit mengandung makna kebenaran.
            Karya sastra ada karena adanya dorongan dasar dari manusia itu sendiri untuk mengungkapkan dirinya. Sehingga menaruh minat terhadap dunia realita yang berlangsung sepanjang hari dan sepanjang zaman. Dalam kamus istilah sastra, Sudjiman (1990:71) mengatakan bahwa “sastra adalah karya lisan atau lukisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan, dalam isi dan pengungkapannya.”
            Sebuah cerpen yang baik berusaha menyajikan sebuah ide mengenai berbagai permasalahan yang terjadi dalam kehidupan baik politik, moral, budaya, dan sosial. Hal ini menandakan bahwa sastrawan sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki keterampilan nilia yang positif untuk dijadikan masukan bagi pembacanya yaitu masyarakat, dalam mengatasi masalah yang terjadi dalam kehidupannya.
            Untuk mengetahui nilai yang terdapat dalam cerpen, pembaca tentu harus memehami betul makna keseluruhan dari cerpen. Pengertian cerpen menurut Edgar Allan Poe (dalam Nurgiantoro, 2010:10) cerpen merupakan sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam  suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk sebuah novel. Secara umum dapat disampaikan bahwa cerpen adalah cerita atau narasi (analisis argumentasi) yang fiktif, tidak benar-benar terjadi tetapi dapat dilakukuan secara hemat dan ekonomis. Inilah sebabnya dalam sebuah cerpen biasanya hanya satu efek bagi pembacanya saja.
            Sedangkan menurut kamus istilah sastra (Zaidan, 2004:50) menyatakan bahwa cerita pendek adalah sebuah kisahan yang memberi kesan tunggal yang dominan tentang satu tokoh, satu latar, dan situasi dramatik. Cerita pendek tidak diperinci dengan hal-hal yang tidak perlu. Oleh sebab itu, dibutuhkan unsur yang membangun yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik berupa aspek formal seperti tema, latar, alur, gaya bahasa, sudut pandang, penokohan dan amanat. Sedangkan unsur ekstrinsik merupakan segi yang membangun karya sastra dari luar seperti unsur nilai agama, nilai sosial, nilai budaya, dan nilai hukum.
            Hal ini menandakan bahwa unsur ekstrinsik hadir dalam rangka membangun totalitas makna serta adanya kesatuan dan keseluruhan isi yang ingin disampaikan pengarang. Sebagai masyarakat, pengarang tidak mungkin lepas dari lingkungan budayanya sendiri. Seperti halnya dalam kumpula cerpen “ Juru Masak” karya Damhuri Muhammad tidak lepas dari budaya Sumatra, terlebih suku Minang. Bagaimana pengarang begitu kuat mengeksplor tentang tokoh-tokoh utama dalam cerpen-cerpennya.
            Di dalam buku kumpulan cerpen Juru Masak ini merupakan kisah pengalaman dan kebudayaan setempat dengan diwarnai imajinasi oleh pengarangnya sendiri, sehingga menjadikannya lebih hidup dan nyata, seolah-olah pembaca ikut merasai apa yang dialami tokoh utama dalam cerita  tersebut, hal ini menandakan bahwa cerpen ini benar-benar berkualitas dan bermutu. Dengan  membaca, dan mempelajari kumpulan cerpen “Juru Masak” ini pembaca diharapkan memperoleh nilai-nilai positif dan manfaat yang dituangkan oleh pengarang. Khususnya bagi para siswa dan pendidik.
            Perkembangan suatu kebudayaan tidak terlepas dari usaha-usaha menggali, mewariskan, dan melestarikan serta dapat dilakukan melalui pendidikan baik formal mupun informal. Pembelajaran sastra di SMA, harus menjadi perhatian serius dalam rangka mewariskan dan melestarikan suatu nilai-nilai budaya. Pemahaman kebudayaan kepada siswa yang diambil dari bahan ajar sastra khususnya cerpen sangat baik. Seorang guru haruslah berhati-hati dalam memilih bahan sastra yang mengandung berbagai nilai itu. Selain itu juga seorang guru harus bisa mengarahkan mana karya sastra yang layak untuk kita ajarkan dan mengandung nilai-nilai positif yang bermanfaat bagi siswa agar budaya yang dipelajari mudah diserap siswa maka, sudah seharusnya para guru memberikan pengajaran sastra yang sesuai dengan kemampuan dan perkembangan pendidikan siswa.
 Sehubungan itu juga siswa diarahkan untuk mengenal budaya daerah lain melalui karya sastra yang dibacanya. Sehingga tujuannya tiada lain adalah agar para siswa dapat paham tantang pesan-pesan sastrawan yang terkandung didalam karya sastra. Jika dikaitkan dengan pembelajaran bahasa dan karya sastra Indonesia, kumpulan cerpen “Juru Masak” dapat dijadikan sebagai salah satu sumber karena cerpen ini lebih utama menceritakan tentang unsur-unsur budayanya yang ada di Sumatera Barat, terlebih budaya Minangkabau.
Sehubungan dengan paparan diatas, penulis menganalisis unsur budaya yang ada pada kumpulan cerpen “Juru Masak” karya Muhammad Damhuri dengan menetapkan judul “Analisis Unsur Budaya Dalam Kumpulan Cerpen Juru Masak Karya Damhuri Muhammad dan Rencana Pelaksanaan Pembelajarannya di SMA.”

1.2 Kajian yang Relevan
            Penelitian kajian budaya terhadap karya sastra telah dilakukan oleh Sugeng Wibowo, dia adalah salah satu mahasiswa program studi Diksatrasia, penelitian itu berjudul Kajian Budaya  Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata  dan Rencana Pelaksanaan Pembelajarannya di SMA. Penelitian ini khususnya pada budaya Tanah Belitong. Penelitian tersebut menggunakan metode deskriptif kualitatif dan teknis analisis isi dengan menggunakan pendekatan sosiologis. Penulis sendiri juga menggunakan metode yang sama. Hanya saja yang membedakan peneliti dengan Sugeng  adalah sumber datanya saja.
Berdasarkan latar belekang di atas, maka penulis hanya menganalisis tujuh buah cerpen dari empat belas buah cerpen (Sumanda, Juru Masak, Tamu dari Kampung, Ratapan Gadis Suayan, Pawang Hujan, Jo Ampok, dan Tikam Kuku) dalam sebuah kumpulan cerpen Juru Masak karya Damhuri Muhammad yang dilatarbelakangi oleh unsur kebudayaan Minangkabau yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen  Juru Masak. Lebih lengkapnya lagi judul dalam penelitian ini adalah Analisis Unsur Budaya dalam kumpulan Cerpen Juru Masak karya Damhuri Muhammad dan Rencana Pelaksanaan Pembelajarannya di SMA. 

1.3 Fokus Penelitian
          Fokus penelitian merupakan upaya untuk membatasi masalah agar penelitian sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, sehingga penelitian tidak meluas dari objek yang sudah ditentukan sebelumnya. Berdasarkan latar belakang, peneliti merumuskan fokus penelitian sebagai berikut:
1.      Unsur budaya dalam kumpulan cerpen “Juru Masak” karya Damhuri Muhammad.
2.      Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mendengarkan dengan bahan ajar kumpulan cerpen Juru Masak  karya Damhuri Muhammad di kelas XI SMA.
3.      Dalam kumpulan cerpen Juru Masak penulis hanya mengambil tujuh buah cerpen (Juru Masak, Sumanda, Tamu dari Kampung, Ratap Gadis Suayan, Jo Ampok, Tikam Kuku, dan Pawang Hujan) yang terdapat dalam kumpulan cerpen Juru Masak.

1.4 Pertayaan Penelitian
            Setiap penelitian sudah tentu berawal dari adanya masalah, masalah penelitian harus dirumuskan sejelas-jelasnya agar memenuhi komponen penelitiannya.
Adapun pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Unsur budaya apa sajakah yang ada pada ketujuh cerpen  dalam kumpulan cerpen “Juru Masak”  karya Damhuri Muhammad?
2.      Dapatkah disusun rencana pelaksanaan pembelajaran mendengarkan dengan bahan ajar  kumpulan cerpen “Juru Masak” karya Damhuri Muhammad di  SMA?

1.5 Tujuan Penelitian
            Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:
1.      Menemukan unsur budaya yang terdapat dalam kumpulan cerpen “juru Masak” karya Damhuri Muhammad
2.      Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran mendengarkan dengan bahan ajar kumpulan cerpen “Juru Masak” karya Damhuri Muhammad di SMA.



1.6 Definisi Istilah
            Sebuah penelitian, pasti ada beberapa tujuan yang ingin dicapai. Maka penelitian ini untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan dan untuk menghindari kesalahpamahaman makna yang terkandung dalam judul penelitian, maka istilah yang digunakan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai berikut.
1.    Analisis dalam penelitian ini adalah kegiatan menguraikan suatu pokok permasalahan, dalam hal ini mengurai8kan tentang unsur budaya yang terdapat pada kumpulan cerpen Juru Masak karya Damhuri Muhammad.
2.  Cerpen merupakan sebuah cerita rekaan yang lengkap tidak ada, tidak perlu ada, dan harus tidak ada tambahan. (marahimin, 2005:113). Dalam penelitian ini penulis menggunakan kumpulan cerpen Juru Masak karya Damhuri Muhammad dilihat dari segi budayanya.
3.  Budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar (Koentjaraningrat, 2002:180).
4. Rencana pelaksanaan Pembelajaran adalah proses menyusun media pembelajaran, penggunaan pendekatan dan metode pembelajaran, dan penilaian dalam alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang telah di tentukan (Majid, 2005:17). Dalam menyusun RPP, penulis menggunakan bahan ajar kumpulan cerpen Juru Masak karya Damhuri Muhammad dengan standar kompetensi mendengarkan di kelas XI SMA.

BAB II
NILAI BUDAYA CERPEN
DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI SMA

2.1 Pengertian Cerpen
            Dari sekian banyak bentuk sastra seperi esai, puisi, cerpen, novel, dan drama tidaklah asing lagi bagi seseorang yang mengenal sastra.  Bentuk cerpen atau juga bisa disebut prosa fiksi yang cukup digemari oleh pembaca sebab bentuknya dan jumlah halaman tidak terlalu banyak dan dari sanalah kita sudah dapat mengetahui siapa tokohnya, alur, settingnya, dan sebagainya tanpa harus berlama-lama untuk membacanya.
            Berkenaan dengan pemaparan di atas mengenai cerpen dalam buku menulis secara populer (Marahimin, 2005:113) menyatakan bahwa cerpen merupakan  sebuah cerita rekaan yang lengkap tidak ada, tidak perlu ada, dan harus tidak ada tambahan. Sedangkan menurut Edgar Allan Poe (Nurgiantoro, 2010:10) menyatakan cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar  antara setengah sampai dua jam-suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk sebuah novel. 
            Sementara dalam kamus istilah sastra, Zaidan (2004:50) menyatakan bahwa cerita pendek merupakan kisahan yang memberi kesan tunggal yang dominan tentang satu tokoh dalam satu latar dan satu situasi dramatik. Dalam hal ini penulis tegaskan bahwa cerpen bukanlah penggalan dari sebuah novel. Tetapi cerpen merupakan suatu karya sastra yang berkembang sendiri dan mempunyai kriteria serta penjelasan yang berbeda dari karya sastra yang lainnya. Sehingga cerpen bukanlah bagian dari novel ataupun penggalan novel.
            Marahimin memberikan pengertian tentang cerpen bahwa, cerpen merupakan cerita rekaan namun lengkap. Sedangkan menurut Edgar cerpen merupakan bisa dibaca dalam waktu yang singkat, berkisar antara setengah sampai dua jam saja. Dengan demikian berdasarkan uraian di atas dan penjelasan dari tiga pengertian  cerpen tersebut, penulis dapat menyipulkan bahwa cerpen merupakan karangan karya sastra atau sebuah karangan prosa yang mengambarkan tentang kehidupan yang mengandung nilai-nilai hidup namun cerita rekaan yang dibuat dengan menggunakan unsur-unsur yang membangunya agar lebih hidup dan cerita tersebut dapat dibaca dengan cepat tanpa berlama-lama. Sebab cerita pendek tidak boleh dipenuhi dengan hal-hal yang tidak perlu. Sehingga pembaca dapat dengan cepat dan mudah menemukan apa isi cerita dalam karya sastra tersebut  terlebih cerpen.

2.2 Unsur-unsur Pembangun Cerpen
            Cerpen merupakan sebuah totalitas yang keseluruhannya bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, cerpen tentunya juga memiliki bagian-bagian. Seperti unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya secara erat. Sehingga cerpen dikatakan sebuah totalitas, unsur kata, bahasa, kata inilah yang menyebabkan cerpen juga sastra pada umumnya sehingga menjadi terwujud.
            Apabila sudah berbicara mengenai unsur pembangun cerpen, maka kita akan berbicara tentang struktur. Struktur secara garis besar di bagi atas dua bagian. Pembagian unsur dimaksud adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Dari kedua unsur inilah yang sering banyak disebut oleh para kritikus dalam rangka mengkaji, dan membicarakan cerpen atau karya sastra pada umumnya.
            Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme suatu karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Walaupun demikian, unsur-unsur ekstrinsik tetap berperan cukup berpengaruh  dalam membangun totalitas bangun cerita yang dihasilkannya.
            Sementara itu, unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra unsur intrinsik dalam sebuah cerpen adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta dalam membangun ceritanya. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah cerpen  berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita sebagai pembaca, unsur-unsur cerita inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah cerpen. (Nurgiantoro, 2010:23).
            Sebuah cerpen biasanya memiliki unsur-unsur yang membangunya seperti, unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Adapun unsur intrinsik cerpen terdiri atas : (1) tema, (2) plot/alur, (3) tokoh/penokohan, (4) latar/setting, (5) gaya bahasa, (6) sudut pandang, dan (7) amanat. Sedangkan unsur ekstrtinsik terdiri atas : (1) latar belakang pengarang, (2) aspek psikologis, dan (3) bangsa.
            Berikut ini akan penulis uraikan mengenai unsur-unsur intrinsik cerpen tersebut satu persatu.
1. Tema
            Tema dalam suatu cerita dapat kita ketahui ketika si pembaca mengetahui isi keseluruhan ceritanya. Sifat tema yang baik biasanya tersamar pada keseluruhan cerita. Bila dalam suatu cerita temanya sudah dipaparkan dalam judul yang dipilih, maka daya tariknya menjadi kurang.
            Menurut Esten (1993:22) tema adalah suatu yang menjadi pikiran, sesuatu yang menjadi persoalan bagi pengarang yang diungkapkan dalam sebuah cipta sastra. Sementara Zaidan (2004:203) tema merupakan gagasan, ide, pikiran utama, atau pokok pembicaraan didalam karya sastra yang dapat dirumuskan dalam kalimat pernyataan.
2. Alur
            Alur atau plot  merupakan rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebuah akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh. Plot atau alur adalah unsur struktur yang berwujud jalinan peristiwa di dalam karya sastra yang memperlihatkan kepaduan (koherensi) tertentu yang diwujudkan antara lain oleh hubungan  sebab akibat, tokoh, tema, atau ketiganya (Zaidan, 2004:26).
            Sedangkan, Nurgiantoro (2010:110) mengungkapkan plot atau alur merupakan  unsur fiksi yang penting bahkan tak sedikit orang menganggapnya sebagai yang penting di antara berbagai unsur fiksi yang lain. Sudjiman (1990:4) alur adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu.
            Sementara menurut Semi (1998:43) Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Jadi, alur merupakan rangkaian peristiwa atau struktur urutan kejadian dalam cerita, yaitu antara peristiwa yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwasannya alaur merupakan struktur serangkaian kejadian atau peristiwa dalam suatu cerita antara cerita satu dengan cerita yang lainnya sehingga, dapat menimbulkan efek tertentu yang diinginkan oleh pengarang.
3. Tokoh dan Penokohan
a. Tokoh
            Menurut Zaidan, dkk. (2004:206) tokoh adalah orang yang memainkan peran dalam karya sastra. Dalam kaitan itu penokohan adalah proses penampilan tokoh dengan pemberian watak, sifat atau kebiasaan tokoh pemeran suatu cerita. Penokohan dapat dilakukan melalui teknik kisahan dan teknik ragam. Watak dan sifat tokoh itu terlihat dalam lakuan fisik (tindakan dan ujaran). Aminudin dalam (Siswanto, 2008:142) bahwa tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan.
            Berdasarkan uraian di atas, maka tokoh adalah orang yang memerankan suatu cerita atau orang yang terlibat di dalam sebuah cerita, dengan berbagi karakter yang dikehendaki oleh si penulis. Dengan demikian adanya tokoh dalam sebuah cerita fiksi ini dimaksudkan agar mudah dipahami oleh pembaca dalam mengikuti alur ceritanya.
            Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tokoh adalah suatu individu yang dibuat atau diciptakan sengaja dengan rekaan oleh pengarang yang mengalami kejadian-kejadian dalam berbagai peristiwa cerita tersebut.
b. Penokohan
            Menurut Nurgiantoro (2010:172) penokohan merupakan salah satu pembangun fiksi yang dapat dikaji dan dianalisis keterjalinannya dengan unsur-unsur pembangun lainnya. Jadi, penokohan adalah menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita. Sementara, Esten (1993:27) menjelaskan penokohan ialah bagaimana cara pengarang menggambarkan dan menerangkan watak tokoh-tokoh dalam sebuah cerita rekaan. Sedangkan menurut Arifin (1991:93) ialah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan watak para pelaku yang terdapat di dalam karyanya.
            Pada umumnya penokohan dapat ditampilkan dalam wujud manusia meskipun ada juga yang berwujud binatang atau yang dilukiskan seperti tingkah laku manusia. Dari sejumlah cerita yang kita kenal, tentu yang kita ingat adalah para tokohnya dan dari para tokoh itu tentu akan menampilkan berbagai watak dan karakter dari masing-masing sehingga ada tokoh yang baik dan ada pula tokoh yang jahat. Oleh karena itu, ada istilah tentang tokoh protagonis dan antagonis. Kemudian ada juga istilah tokoh utama dan tokoh bawahan.
            Penokohan atau juga karakterisasi adalah proses yang dipergunakan oleh seorang pengarang untuk menciptakan tokoh fiksinya. Penokohan menggambarkan karakter untuk pelaku. Pelaku bisa diketahui karakternya dari cara bertindak, ciri fisik, lingkungan tempat tinggal.
4. Latar
            Latar atau bisa juga disebut dengan Setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sasta (Sudjiman, 1990:48). Sementara menurut Zaidan, dkk. (2004:118) latar adalah waktu dan tempat terjadinya lakuan didalam karya sasta atau drama, atau dekor pemandangan yang dipakai didalam pementasan drama seperti pengaturan tempat kejadian, perlengkapan, dan pencahayaan: tatanan.
            Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bawa latar merupakan tempat terjadinya atau tempat kejadian suatu peristiwa dalam karya sastra. Dengan ini latar mempunyai peranan yang sangat penting dan berhubungan erat dengan unsur yang lainnya. Latar banyak meliputi diantaranya tempat, waktu, sejarah, kejadian, kegiatan tokoh.
5. Gaya bahasa
            Aminudin dalam (Siswanto, 2008:158-159) gaya bahasa merupakan cara seorang pengarang menyampaikan gagasan dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis dan mamapu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Selanjutnya, Esten (1993:28) menjelaskah bahwa gaya bahasa adalah cara seorang pengarang mengungkapkan suatu pengertian dalam kata (frase), kelompok kata dan kalimat.
            Di dalam suatu karya sastra gaya bahasa sangatlah penting, tanpa gaya bahasa, sastra tidak ada. Betapapun dua atau tiga pengarang mengungkapkan suatu tema, alur, karakter, atau latar yang sama, hasil karya mereka akan berbeda bila gaya bahasa tidak ditonjolkan.
6. Sudut Pandang
            Menurut Abrams dalam (Nurgiantoro, 2010:248) sudut pandang (poin of view) menyarankan pada cara sebuah cerita dikisahkan, ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita, dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Jadi, sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.
            Sementara menurut Zaidan (2004:194) sudut pandang (poin of view) titik tolak pengarang sebagai cerita lakuan yang berada dalam cerita atau penceritaan dan yang berada dalam cerita atau pencerita dan yang berada dalam cerita; pusat kishan. Sudut pandang dalam sebuah cerita fiksi, khususnya cerpen sangat penting untuk meyakinkan para pembaca agar dapat memahami dengan jelas. Nilai-nilai, sikap, dan pandangan hidup yang disodorkan melalui sudut pandang. Menurut Stevick dalam (Nurgiantoro, 2010:251) sudut mempunyai hubungan psikologi  dengan pembaca. Pembaca membutuhkan persepsi yang jelas tentang sudut pandang cerita. Pemahaman pembaca pada sudut pandang akan menentukan seberapa jauh persepsi dan penghayatan, bahkan juga dalam menilai terhadap cerpen itu sendiri.       
            Sudut pandang dipergunakan untuk menentukan arah pandang pengarang terhadap peristiwa-peristiwa didalam cerita sehingga tercipta suatu kesatuan cerita yang utuh. Oleh sebab itu, sudut pandang pada dasarnya adalah visi pengarang, dalam arti bahwa dia merupakan sudut pandang yang diambil oleh pengarang untuk melihat peristiwa dan kejadian dalam cerita.
            Berdasarkan beberapa pengertian di  atas, dapat disimpulkan bahwa sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Sudut pandang juga merupakan penentuan dari sisi mana pengarang meninjau tokoh dalam suatu cerita.
7. Amanat
            Menurut Sudjiman (1990:5) amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. Sementara, Zaidan dkk. (2004:27) amanat adalah pesan pengarang kepada pembaca baik tersurat maupun tersirat yang disampaikan dalam karyanya.
            Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan atau gambaran jiwa pengarang dalam sebuah karya sastra dalam bentuk cerita yang ditulisnya untuk disampaikan kepada pembaca atau pendengarnya.
            Selain unsur intrinsik ada pula unsur lainnya yang membangun cerita fiksi. Unsur itu disebut unsur ekstrinsik. Jika, unsur intrinsik merupakan unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra  di dalam teks karya sastra itu sendiri, maka unsur ekstrinsik sebaliknya yaitu unsur yang ada diluar teks sastra  namun, dia mendukung dan berperan keberadaan karya sastra itu sendiri.
            Sedangkan unsur ekstrinsik akan penulis uraikan sebagaimana yang diuraikan oleh Wellk & Werren dalam (Nurgiantoro, 2009:24) sebagai berikut.
1) Unsur biografi pengarang, usnsur biografi pengarang akan turut menentukan corak karya yang dihasilkannya, 2) Aspek psikologi pengarang, aspek psikologi keadaan lingkungan pengarang seperti ekonomi, budaya, politik, dan sosial juga berpengaruh terhadap karya sastra, dan 3) Bangsa, pandangan hidup suatu bangsa serta berbagai karya seni yang lain akan mempengaruhi terhadap karya sastra yang ditulisnya.
         Sedangkan menurut Zaidan, dkk (2004:67). Unsur ekstrinsik adalah unsur luar yang dapat menjadi bahan pengarang dalam menciptakan karya sastra atau menjadi bahan pertimbangan bagi pembaca, seperti biografi, falsafah hidup, dan unsur budaya.
         Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa unsur ekstrinsik adalah unsur yang sangat mempengaruhi terciptanya sebuah karya sastra meskipun unsur luar yang membangunnya, karena hal ini menunjukan bahwa satu-kesatuan yang erat kaitannya. Suatu karya bagaimanapun akan membantu  dalam hal pemahaman makna mengingat bahwa karya sastra tidak muncul dari situasi kekosongan budaya.

2.3 Kebudayaan
2.3.1 Pengertian kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sangsekerta “buddayah” yaitu bentuk jamak dari budhi atau akal (Koentjaraningrat, 2002 :181). Sementara itu menurut Edward B. Tylor (Liliweri, 2007:107) menyatakan bahwa budaya adalah kompleks dari keseluruha pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, adat istiadat dan setiap kemampuan lain dan kebiasaan yang dimiliki oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Koentjaraningrat (2002:108) budaya merupakan keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Jadi, kebudayaan adalah hasil budi atau akal manusia untuk mecapai kesempurnaan dalam hidup.
Sedangkan bagi kebanyakan orang, kebudayaan adalah akumulasi dari keseluruhan kepercayaan dan keyakinan, norma-norma, kegiatan, intuisi, ataupun pola-pola komunikasi dari sekelompok orang. Menutut Wahistrom, kebudayaan juga dapat diartikan sebagai pengalihan atau sosialisasi perilaku, kepercayaan, seni intuisi, dan semua karya intelektual dan karya lain dalam suatu masyarakat (Liliweri, 2007:108).
Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwasanya kebudayaan adalah keseluruhan gagasan, baik karya dan akal budi manusia yang bersifat abstrak serta dengan unsur sengaja menciptakan dan mengembangkan demi kepentingan, kebutuhan, kedamaian, kesejahteraan dan kepuasan dalam hidupnya. Hal ini menanjadikan bahwa pencita karya sastra merupakan cerminan dari suatu kehidupan, baik nyata maupun tidak itu sama saja karena pada dasarnya karya sastra merupakan cerita dengan penuh rekaan sebab terdapat unsur-unsur penambahan dari sang pengarang, hal ini agar menandakan kesan nyata dalam penceritaan sebuah karya sastra.


2.3.2 Unsur-Unsur Kebudayaan
Kebudayaan umat manusia mempunyai unsur-unsur yang bersifat universal. Unsur-unsur kebudayaan tersebut dianggap universal karena dapat ditemukan pada semua kebudayaan bangsa-bangsa di dunia.
         Menurut Koentjaraningrat (2002:203-204) ada tujuh unsur kebudayaan di dunia, yaitu: (1) Bahasa, (2) Sistem pengetahuan, (3) Organisasi sosial (4) Sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) Sistem mata pencaharian, (6) Sistem religi, dan  (7) kesenian.
         Berbagai unsur kebudayaan yang ada dalam masyarakat berfungsi untuk memuaskan hasrat naluri bagi kebutuhan hidup manusia. Dengan adanya unsur-unsur kebudayaan sistem nilai akan terlihat dan diketahui dengan jelas. Unsur-unsur kebudayaan meliputi semua kebudayaan di dunia, baik yang kecil, bersahaja dan terisolasi, maupun yang besar  kompleks dan dengan hubungan yang luas.
            Kebudayaan  lahir dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman manusia. Menurut Koentjaraningrat (2002, 186-187) wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga yaitu: (1) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan sebagainya, (2) wujud kebudayaan suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, (3) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
1.   Gagasan (Wujud ideal)
      Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai norma, norma, peraturan dan sebagainya yang sifatnya abstrak dan tak dapat diraba. wujud kebudayaan ini  terletak dalam kepal-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal atau berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
2.  Wujud Aktivitas (Tindakan)
Aktivitas adalah kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi di dalam kehidupan kita sehari-hari, dapat diamati, dan didokumentasikan.
3.   Wujud Benda (Karya)
Wujud adalah wujud kebudayaan  fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia. Berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
         Dari ketiga wujud kebudayaan  yang telah diuraikan di atas dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat. Antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contohnya: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberikan arahan kepada tindakan (aktivitas) dan karya (aktivitas) dan karya (artefak) manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Budaya atau kebudayaan lahir dan berwujud sebagai hasil dari karya, cipta, rasa, dan karsanya manusia. Dalam hal ini kebudayaan dapat diklasifikasikan atau dibedakan menjadi dua yaitu kebudayaan lahiriyah dan kebudayaan batiniah.
        Kebudayaan lahiriyah segala hasil kerja pikiran manusia yang ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia atau dengan kata lain kebudayan yang ada wujud lahirnya sehingga dapat dilihat dengan nyata, diraba, maupun didengar dan pada umumnya bersifat bendawi dan atau ragawi. Misalnya pakaian, rumah, alat-alat transportasi, alat-alat komonikasi, alat-alat perdagangan dan sebagainya. Sebaliknya kebudayaan batiniah adalah segala hasil kerja pikiran manusia untuk mencukupi segala kebutuhan rohani atau dengan kata lain kebudayaan yang tidak ada wujud lainnya tidak dapat dilihat, diraba maupun didegar akan tetapi dapat dirasakan. Misalnya ilmu pengetahuan, kesenian, adat istiadat, cara berfikir dan sebagainya. Kedua wujud kebudayaan ini saling berkaitan dan ketergantungan satu dengan yang lain. Kedua wujud kebudayan itu pun selalu berkembang dalam masyarakat  yang mana masyarakat sendiri juga menjadi produsen dan konsumen kebudayaan itu sendiri.
         Cerpen  sebagai karya sastra terlahir dari kedua ciri kebudayaan tersebut. Di dalam cerpen terdapat budaya lahiriyah sebagai budaya menulis dari pengarang dan juga terdapat budaya batiniah, karana didalamnya terdapat nili-nilai kehidupan manusia.




2.4 Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan
2.4.1 Pegertian dan Unsur-unsur Masyarakat
         Menurut Koentjaraningrat (2002:144)  bahwa masyarakat adalah  sekumpulan manusia yang saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiahnya, saling “berinteraksi”. Satu kesatuan manusia mempunyai prasarana melaluli apa warganya dapat saling berinteraksi. Suatu negara modern misalnya, merupakan kesatuan manusia dengan berbagai macam prasarana, yang memungkinkan para warganya secara intensif, dan dengan frekuensi yang tinggi.
         Tidak semua kesatuan manusia yang bergaul atau berinteraksi itu merupakan masyarakat, sebab suatu masyarakat itu mempuyai suatu ikatan lain yang khusus. Misalnya, sekumpulan manusia yang sedang menonton pertandingan sepak bola, dan sebernarnya semua kerumunan manusia penonton apapun, tidak disebut masyarakat. Kecuali ada ikatan adat-istiadat khas meliputi sektor kehidupan serta seuatu kontinuitas dalam waktu. Manusia juga harus memiliki ciri yang lain, dengan mencirikan identitas diantara para warga atau anggotanya, merekapun merupakan suatu kesatuan khusus yang berbeda dari kesatuan-kesatuan manuasia lainnya.
            Dari hasil uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki ciri hidup bersama dan berdampingan disuatu tempat yang mempunyai ikatan-ikatan tertentu dan saling berinteraksi dalam satu kesatuan secara khusus dan berbeda dengan masyarakat satu serta yang lainnya. Menurut Koentjaraningrat (2002:143) ada beberapa istilah secara khusus untuk menyebut satu kesatuan khusus yang merupakan unsur-unsur dari masyaraka, yaitu kategori sosial, golongan sosial, komunitas, dan perkumpulan. Dari unsur-unsur masyarakat yang ada, disini penulis akan mencoba menjelaskan sedikit tentang pengertian kategori sosial dan golongan sosial.
1.  Kategori sosial adalah kesatuan manusia yang terwujudkan karena adanya sesuatu ciri atau suatu kompleks ciri-ciri objektif yang dikenakan pada manusia-manusia itu. Misalnya, dalam suatu masyarakat negara ditentukan melalui hukumnya bahwa ada kategori warga diatas umur 18 tahun, dan dibawah umur 18 tahun, dengan maksud untuk membedakan antara warga negara yang mempunyai hak  pilih dalam pemilihan umum.
2. Golongan sosial merupakan suatu kesatuan manusia yang ditandai oleh ciri tertentu, bahkan seringkali ciri itu dikenakan kepada mereka oleh pihak luarkalangan mereka sendiri. Contohnya, dalam masyarakat masih ada satu kesatuan manusia yang disebut golongan sosial, yaitu lapisan atau kelas sosial. Lapisan atau kelas sosial ini, dapat dianggap lebih tinggi atau lebih rendah, tergantung dari orang yang memandangnya.

2.4.2 Konsep-Konsep dalam Masyarakat dan Kebudayaan
         Dalam menganalisis secara ilmiah tentang gejala-gejala dan kejadian sosial budaya di masyarakat sebagai proses yang sedang berjalan atau bergeser kita membutuhkan beberapa yang namanya konsep. Konsep-konsep tersebut adalah sangat perlu dalam menganalisa proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan serta dalam sebuah penelitian antropologi dan sosiologi yang disebut sebagai dinamika sosial.
         Menurut Fathoni (2006:23-24) konsep-konsep penting tersebut antara lain mengenai proses belajar kebudayaan oleh warga masyarakat yang bersangkutan, yaitu internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi. Kemudian ada juga evolusi kebudayaan yang mengamati perkembangan kebudayaan manusia dari bentuk yang sederhana hingga bentuk yang semakin lama semakin kompleks. Kemudian ada juga proses difusi yaitu penyebaran kebudayaan secara geografis, terbawa oleh perpindahan bangsa-bangsa di muka bumi. Proses lain adalah proses unsur kebudayaan asing oleh warga masyarakat yaitu proses akulturasi dan asimilasi. Kemudian yang terakhir ada proses pembaharuan atau inovasi yang berhubungan erat dengan penemuan baru.
         Dari konsep mengenai dinamika masyarakat dan kebudayaan tersebut akan dijelaskan secara jelas satu-persatu dibawah ini.
1. Proses Belajar Kebudayaan Sendiri
         Internalisasi adalah proses panjang sejak seorang individu dilahirkan dan sampai ia meninggal, di mana ia belajar  menanamkan kepribadiannya dengan berbagai perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi di dalam dirinya. Tetapi wujud dari kepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh berbagai macam stimulasi yang berada disekitar alam dan lingkungan sosial dan budayanya.
         Proses sosialisasi berkaitan erat dengan proses kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial. Dalam proses individu mulai dari masa kanak-kanak hingga masa tuanya belajar pola tindakan-tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu yang ada disekelilingnya yang menduduki segala beraneka macam peranan sosial yang mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari. Para individu dalam masyarakat yang berada akan mengalami proses sosialisasi yang berbeda, karena proses sosialisasi itu banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan.
            Sedangkan proses enkulturasi adalah proses seseorang individu dalam mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikap dengan adat-istiadat, sistem norma, serta peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Kata enkulturasi sama dengan “pembudayaan” ini dalam bahasa Indonesia. Seorang individu dalam hidupnya juga sering meniru dan membudayakan berbagai macam tindakan, setelah perasaan dan nilai budaya memberi motivasi akan tindakan meniru itu telah diinternalisasi dalam kepribadianya.
2. Proses Evolusi Sosial
            Proses evolusi dari suatu masyarakat dan kebudayaan dapat dipandang dari dekat secara detail dan juga dipandang dari jauh dengan hanya memperhatikan perubahan-perubahan yang tamapak besar saja. Proses evolusi sosial budaya yang dianalisa secara detail akan membuka mata seseorang peneliti untuk berbagai macam proses perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-hari dalam setiap masyarakat di dunia.
3. Proses Difusi
            Proses difusi merupakan proses penyebaran kebudayaan secara geografi, yang terbawa oleh pindahan bangsa-bangsa di muka bumi. Salah satu bentuk difusi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu tempat ke tempat yang lainnya di muka bumi ini, dan yang dibawa oleh kelompok-kelopmok orang imigrasi. Namun, bisa juga tanpa adanya migrasi, tetapi karena adanya individu-individu tertentu yang membawa unsur-unsur kebudayaan itu, dan mereka adalah para pedagang dan pelaut.
4. Proses Akulturasi dan Asimilasi
            Akulturasi adalah proses sosial yang ada apabila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan demikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun dapat diterima dan diolah kedalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
            Asimilasi adalah proses sosial yang timbul bila ada golongan-golongan manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda-beda. Kemudian saling bergaul langsung secara interaktif  untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan yang campuran.
5. Proses Pembaruan atau Inovasi
            Inovasi adalah proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber alam, energi dan modal, pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem produksi, dan dibuatnya produk-produk baru. Proses inovasi sangat erat kaitannya dengan teknologi dan ekonomi. Dalam suatu penemuan baru biasanya membutuhkan proses sosial yang panjang dan melalai dua tahap khusus yaitu discovery dan invention.
            Discovery adalah suatu penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik berupa suatu alat baru, ide baru, yang diciptakan oleh seseorang atau suatu rangkaian dari beberapa individu dalam masyarakat yang bersangkutan. Discovery baru menjadi inventation apabila masyarakat sudah mengakui, menerima dan menerapkan penemuan baru itu.
            Adapun faktor pendorong bagi individu dalam sautu masyarakat untuk memulai dan mengembangkan penemuan-penemuan baru antara lain:
1) kesadaran para individu akan kekurangan dalam kebudayaan, 2) mutu dari keahlian dalam suatu kebudayaan, dan 3) sistem perangsang bagi aktivitas mencipta dalam masyarakat.

2. 5 Pendekatan Sosiologis
            Pendekatan sosiologis menaruh perhatian pada sapek dokumenter sastra, dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan bisa didokumentasikan. Fenomena biasanya diangkat kembali oleh pengarang menjadi wancana baru dengan proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi) dalam bentuk karya sastra.
            Pengarang merupakan anggota yang hidup dan berhubungan dengan orang-orang berada disekitarnya, maka dalam proses penciptaannya karya sastra seorang  pengarang tidak lepas dari pengaruh lingkungannya. Oleh karena itu, karya sastra yang lahir ditengah-tengah masyarakat merupakan hasil pengungkapan jiwa pengarang tentang kehidupan, peristiwa, serta pengalaman hidup yang telah dihayatinya semasa perjalanan hidupnya.
         Untuk mengetahui unsur budaya dalam cerpen, maka dapat digunakan dengan diantaranya menggunakan pendekatan sosiologis. Pendekatan ini berasumsi dari sastra merupakan cerminan kehidupan masyarakat (Semi, 1993:73). Melalui karya sastra seseorang dapat mengungkapkan masalah kehidupan yang pengarang sendiri ikut berada didalamnya.
         Maka, dengan demikian sebuah karya sastra tidak akan pernah berangkat dari kekosongan sosial belaka. Maksudnya di sini, karya sastra ditulis berdasarkan kehidupan sosial masyarakat tertentu dan menceritakan kebudayaan-kebudayaan yang melatar belakanginya pula.
         Adapun memanfaatkan pendekatan sosiologis dalam penelitian sastra sebaiknya diperhatikan metode langkah kerjanya seperti yang dijelaskan oleh Semi, (1993:75) sebagai berikut.
1.      Pengenalan tentang sosok pengarang dan segi sosial yang ada pada karya sastra.
2.      Pengenalan terhadap falsafah atau pandangan hidup yang dianut oleh pengarang,   ideologi politiknya, status sosialnya, pendidikannya dan kehidupannya.
3.      Menelaah aspek intrinsik karya sastra kususnya cerpen, kaitannya dengan kepantingannya masyarakat serta misi sastra dalam meningkatkan taraf kehidupan.
4.      Pengenalan terhapa resepsi, kesan dan sambutan masyarakat tehadap karya sastra lain dari pengarang yang sama.
5.      Pengenalan tentang ada tidaknya tata nilai, etika, dan budaya yang ada dalam karya sastra khususnya cerpen.
         Untuk  mengaplikasikan pendekatan ini, sastra tidak dilihat sebagai keseluruhan, tetapi penulis hanya tertarik pada unsur sosio-budaya didalamnya yang dilihat sebagai unsur-unsur yang lepas dari kesatuan karya. Sehubungan dengan analisis terhadap kumpulan cerpen Juru Masak, di sini  penulis mengambil analisis unsur budaya yang terdapat di dalam kumpulan cerpen tersebut.
         Adapun langkah-langkah yang ingin penulis lakukan dalam penelitian ini adalah sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Semi.
1.  Pengenalan tentang sosok pengarang dan segi sosial yang ada pada karya sastra. Dengan ini penulis mencoba mengenalakan sekilas tentang sosok pengarang Damhuri Muhamad melalui riwayat hidupnya, dan mengetahui kehidupan sosialnya yang ada pada karya sastranya.
2. Pengenalan terhadap falsafah atau pandangan hidup yang dianut oleh pengarang, ideologi politiknya, status sosialnya, pendidikannya, dan kehudupan agamanya. Dalam hal ini falsafah adalah berbicara tentang hidup,persoalan keadilan, dan kebaikan masyarakat, termasuk pula tentang status sosialnya, pendidikan serta menyangkut tentang kehidupan agama yang di anut oleh pengarang.
3. Menelaah aspek intrinsik karya sastra khususnya cerpen, kaitannya dengan kepentingan masyarakat serta misi sastra dalam meningkatkan taraf kehidupan. Pertama, penulis harus mengenal tema, karena makin besar manfaat terhadap masyarakat makin tinggi nilai yang di berikan kepada karya sastra khususnya cerpen. Kedua, penulis juga harus mengenal watak atau tokoh yang diperkenalkan pengarang yaitu tentang kegigihannya dalam memperjuangkan dan membela masyarakat banyak. Ketiga, penulis juga harus mengenal alur. Karena alur itu merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama sebuah cerita. Keempat, penulis juga harus mengenal latar. Kerena latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan di dalam karya sastra khususnya cerpen. Kelima, penulis juga harus mengenal gaya bahasa yang diutaraka oleh pengarang di dalam karya sastranya. Keenam, penulis juga harus mengenal yang namanya sudut pandang.  Karena visi pengarang, dalam artian bahwa dia merupakan sudut pandang yang diambil oleh pengarang untuk melihat peristiwa dan kejadian dalam cerita dan ketujuh adalah penulis juga aharus mengenal amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam karya sastranya. Dalam hal ini pesan yang ingin disampaikan pengrang kepada pembacanya.
4   Pengenal terhadap resepsi, kesan dan sambutan masyarakat terhadap karya sastra lain dari pengarang yang sama. Dalam hal ini pembaca atau masyarakat dapat memberi penilaian atau tanggapan tentang hal-hal yang berhubungan dengan karya sastra yang telah dibacanya. Respon atau sambutan masyarakat terhadapkarya sastrsa yang telah dibacanya sangat penting sekali bagi kemajuan para pemegang, karena dengan begitu pengarang akan lebih baik lagi kedepannya dalam mengekspresikan pemikirannya melalui karya-karyanya.
5.  Pengenalan tentang ada tidaknya tata nilai, etika,dan budaya yang ada dalam karya sastra khususnya cerpen. Dalam hal ini penulis hanya akan mencari unsur budayanya saja yang terdapat didalam kumpulan cerpen Juru Masak karya Damhuri Muhammad. Hal ini sesuai dengan apa yang terdapat di dalam pertanyaan penelitian.

2.6  Pembelajaran Cerpen di SMA
2.6.1  Tujuan Pembelajaran Cerpen di SMA         
              Tujuan pembelajaran cerpen di SMA sebagaimana yang telah diterangkan dalam kurikulum 2006 (KTSP) tergabung dalam tujuan pembelajaran sastra pada khususnya. Tujuan pembelajaran sastra tersebut adalah (1) menikmati dan menfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan kemampuaan berbahasa, dan (2) menghargai serta  membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

2.6.2  Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Sastra di SMA    
            Dalam pembelajaran sastra harusnya disesuaikan dengan kompetensi-kompetensi yang terdapat pada aspek kemampuan bersastra. Pembelajaran sastra dalam penelitian ini di fokuskan pada pembelajaran kumpulan cerpen. Guru sastra haruslah pandai dalam memilih sebuah karya sastra yang cocok untuk diajarkan pada siswa sesuai dengan tingkatan  kebahasaan yang dikuasai.
            Menurut Rahmato (1988:27-33) terdapat tiga aspek penting untuk memilih   
bahan pembelajaran sastra, yakni aspek dari sudut bahasa, aspek psikologi, dan latar  belakang kebudayaan para siswa.
1.  Aspek bahasa, guru harus memilih bahan pembelajaran sastra dengan bahasa yang seusia tingkat kebahasaannya. Misalnya memperhatikan kata, tata bahasa, ungkapan, pengertian isi wacana, dan cara menuangkan ide.
2.   Aspek psikologi bahan pembelajaran sastra hendaknya disesuikan dengan tahap perkembangan kemampuan dan psikologi siswa.        
3. Latar belakang budaya, guru harus dapat memilih bahan pembelajaran sastra yang menggunakan latar belakang cerita yang dikenal oleh para siswa. Sebab dengan cerita yang disukai siswa akan memberi daya tarik dalam mempelajari karya tersebut. kriteria tersebut, penulis gunakan sebagai dasar persiapan dalam memilih bahan pembelajaran di SMA.     
         Karena kriteria itu sebagai dasar persiapan untuk memilih bahan pembelajaran maka sudah meliputi berbagai perkembangan kemampuan siswa. Untuk itu peningkatan pengajaran sastra akan bertolak dari kebutuhan-kebutuhan siswa yang dianggap telah melewati tahap penguasaan bahasa, tingkat dasar, dan sesuai dengan tahap psikologis siswa, sebab harus adanya latar belakang budaya siswa dengan bahasa yang diajarkan.        
         Dalam mempersiapkan bahan pembelajaran sastra, guru haruslah memiliki wawasan yang memadai. Berkenaan dengan aspek yang menjadi materi bahasannya, seorang guru sastra juga harus mempersiapkan materi bahasan sastra yang nantinya akan di ajarkan kepada siswa dalam rangka pembelajaran apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia.
         Menurut Rahmanto, (1988:75-80) bahan untuk mempermudah dalam pembelajaran sastra seorang guru haruslah melakukan hal-hal sebagai berikut.
1) Pemilihan edisi buku, 2) Mengawali pembicaraan dengan menyenangkan, 3) memberikan pentahapan belajar, 4) Membuat cerita lebih hidup, 5) Menggunakan metode yang berfariasi, 6) membuat catatan ringkas, dan 7) Pengkajian ulang.



2.6.3 Ruang Lingkup Pembelajaran Sastra 
         Standar kompetensi mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA terdiri atas dua aspek kemampuan berbahasa dan bersastra. Masing-masing terdiri atas sub aspek mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.
1.  Mendengarkan
      Mendengarkan, memahami, dan mengapresiasikan ragam karya sastra (puisi, prosa, drama) baik karya asli maupun saduran/ terjemahan sesuai dengan tingkat kemampuan siswa.
2.   Berbicara
Membahas dan mendiskusikan ragam karya sastra di atas sesuai dengan isi dan konteks  lingkungan dan budaya.
3.   Membaca
Membaca dan memahami berbagai jenis dan ragam karya sastra serta mampu melakukan apresiasi secara tepat.
4.   Menulis
Mengapresiasikan karya sastra yang diminati (pusi, prosa, drama) dalam bentuk karya tulis yang kreatif, serta dapat menulis kritik dan esai sastra berdasarkan ragam sastra yang sudah dibaca.
         Berikut akan penulis uraikan standar kompetensi dasar yang berhubungan dengan pembelajaran cerpen di SMA.


Kelas XI, Semester 2
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
 Mendengarkan
13. Memahami pembacaan cerpen

13.1 Mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar dalam cerpen yang dibacakan
13.2 Menemukan nilai-nilai dalam cerpen yang dibacakan.

Kelas X, Semester 1
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Berbicara
6. Membahas cerita pendek melalui kegiatan diskusi

6.1 Mengemukakan hal-hal yang menarik/ mengesankan dari cerita pendek melalui kegiatan diskusi
6.2 Menemukan nilai-nilai cerita pendek melalui kegiatan diskusi.




Kelas X, Semester 1
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Membaca
7. Memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca puisi dan cerpen

7.2 Menganalisis keterkaitan unsur intrinsik suatu cerpen dengan kehidupan sehari-hari.

Kelas X, Semester 1
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Menulis
8. Mengungkapkan pendapat, informasi, dan pengalaman dalam bentuk  resensi dan cerpen.

8.1  Menulis resensi buku kumpulan cerpen berdasarkan unsur-unsur resensi.
8.2 Menulis cerpen berdasarkan kehidupan orang lain (pelaku, peristiwa, latar).

2.7 Rencana, Fungsi, dan Metode Pelaksanaan Pembelajaran
2.7.1 Pengertian Pelaksanaan Pembelajaran
         Perencanaan pembelajaran dalam konteks pengajaran, dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, pemilihan media pengajaran, pemilihan pendekatan dan metode pengajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sebagai landasan kurikulum, penelitian ini mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
         Majid (2005:17), menyatakan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran adalah proses penyususnan meteri pelajaran. Penggunaan media pembelajaraan, penggunaan pendekatan dan metode pembelajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sementara itu, menurut Mulyasa (2008:212) rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus.
         Sedangkan Majid memberikan pengertian rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) lebih pada proses penyususnan yaitu dalam menerangkan dalam berbagai elemen-elemen yang ada di dalam sebuah RPP. Selanjutnya, pengertian rencana pelaksanaan pembelajaran yang disampaikan Mulyasa lebih mengacu pada fungsinya yaitu merupakan pedoman bagi guru dalam meraih tujuan yang sudah ditetapkan.
            Berdasarkan dari dua pendapat diatas, maka dapat disimpulkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran yang digunakan guru sebagai acuan atau pegangan dalam melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar di dalam kelas. Dengan demikian, apa yang telah ada dalam RPP mencakup hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas pembelajaran dalam upaya pencapaian pembelajaran  dengan kompetensi dasar yang sudah ditetapkan. RPP dalam KTSP yang akan bermuara pada pelaksanaan pembelajaran, sedikitnya ada tiga yang mencakupnya, yaitu identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi  dasar dan penyusunan program pembelajaran.
         Identifikasi kubutuhan bertujuan  antara lain untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan oleh mereka sebagai bagian dari kehidupannya dan mereka merasa memilikinya. Hal ini dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut.
1. Peserta didik didorong untuk menyatakan kebutuhan berupa kompetensi tertentu yang diinginkan mereka dalam memiliki dan memperoleh melalui kegiatan pembelajaran.
2. Peserta didik didorong untuk mengenali dan mendayagunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk memenuhi kebutuhan belajar.
3.  Peserta didikpun dibantu untuk mengenal dan menyatakan kemungkinan adanya hambatan dalam upaya memenuhi kebutuhan belajarnya, baik datang dari dalam (internal) maupun datang dari luar (eksternal).
         Kompetensi merupakan sesuatu yang ingin dimiliki oleh peserta didik, dan merupakan komponen utama yang harus dirumuskan dalam pembelajaran, yang memiliki peran penting dan menentukan arah pembelajaran. Oleh karena itu, setiap kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan untuk kebiasan berpikir dan bertindak (Mulyasa:215).
         Sementara itu, penyususnan program pembelajaran memberikan arah kepada suatu program lain. Berdasarkan hal tersebut keputusan dibuat dalam menentukan kegiatan apa yang akan dilakukan dan untuk kelompok sasaran mana, sehingga pedoman itu menjadi program yang konkrit dalam pengembangan program selanjutnya.
         Menurut Mulyasa (2008:222), kolom dalam identitas terdsiri atas nama sekolah, kelas/semester, dan mata pelajaran, sedangkan menurut BNSP kolom identitas meliputi satuan pendidikan, mata pelajaran, kelas/semestrer, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator dan alokasi waktu.
         Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan secara pengembangan RPP dalam garis besarnya dapat mengikuti langkah-langkah meliputi.
1.  Mengisi kolom identitas.
2. Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah ditetapkan.
3.   Menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta indikataor yang akan digunakan yang terdapat pada silabus yang telah disusun.
4.   Merumuskan tujuan pembelajaran.
5.  Mengidentifikasi materi standar berdasarkan materi pokok/ pembelajaran yang terdapat dalam silabus.
6.   Menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan.
7.  Merumuskan langkah-langkah pemelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, inti, dan akhir.
8.  Mencantumkan sumber belajar yang digunakan.
9.  Menyusun kriteria penilaian, lembar pengamatan, contoh soal, dan teknik penskoran.

2.7.2 Fungsi Rencana  Pelaksanaan Pembelajaran
         Pengembangan RPP harus diawali dengan pemahaman terhadap arti dan tujuannya, serta menguasai secara teoritis dan praktis unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan suatu oleh seorang guru dalam mengenai seluruh kegiatan yang akan dilakukan baik oleh guru maupun peserta didik. Dalam RPP harus jelas kompetensi dasar yang akan dimiliki oleh peserta didik  telah menguasai atau memiliki kompetensi tertentu. Aspek-aspek tersebut merupakan unsur utama secara minimal harus ada dalam setiap RPP sebagai pedoman guru dalam pelaksanaan pembelajaran, dan membentuk kompetensi peserta didik.
      Menurut Mulyasa (2008:217) di dalam KTSP sedikitnya terdapat dua fungsi RPP. Kedua fungsi tersebut adalah fungsi perencanaan dan fungsi pelaksanaan, antara lain sebagai berikut.
1. Fungsi Perencanaan
      Fungsi perencanaan RPP dalam KTSP adalah rencana pelaksanaan hendaknya dapat mendorong guru lebih siap melakukan kegiatan pembelajaran dengan perencanaan yang matang. Oleh karena itu, setiap akan melakukan pembelajaran guru wajib memiliki persiapan, baik persiapan tertulis, maupun tidak tertulis.
         Komponen-komponen yang harus dipahami oleh guru dalam pengembangan KTSP antara lain: kompetensi dasar, materi standar, hasil belajar, indikator, hasil belajar, penilaian dan prosedur pembelajaran.
2. Fungsi Pelaksanaan
         Dalam pengembangan KTSP, rencana pelaksanaan pembelajaran harus disusun secara sistemik dan sistematis, utuh dan menyeluruh, dengan beberapa kemungkinan penyesuaian dalam situasi pembelajaran yang aktual. Dengan demikian, rencana pelaksanaan pembelajaran berfungsi untuk mengefektifkan proses pembelajaran yang sesuai dengan apa yang direncanakan.
         Dalam hal ini, materi standar yang dikembangkan dan dijadikan bahan kajian oleh peserta didik harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuannya, mengundang nilai fungsional, praktis, serta disesuaikan dengan kondisi lingkungan, sekolah, dan daerah. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran harus terorganisasi melalui serangkaian kegiatan tertentu, dengan strategi yang tepat dan mumpuni.

2.7.3 Metode dan Kegiatan Belajar Mengajar
         Menurut Suharsimi Arikunto dalam (Syaiful Bahri, 2006:28) banyak metode yang digunakan dalam pembelajaran diantaranya: 1) metode pemberian tugas dan resitasi, 2) metode diskusi, 3) metode pendekatan proses (proses approach), 4) metode penemuan (inquiri approach), 5) metode kerja kelompok, 6) metode eksperimen dan, 7) metode tanya jawab.
         Di dalam masing-masing metode tersebut mempunyai keunggulan dan kelemahan, serta mempunyai daya cocok yang berbeda bagi masing-masing siswa. Dengan demikian maka seorang guru harus pandai-pandailah dalam memilih metode mengajar yang lebih sesuai dengan siswanya, agar materi yang ingin disampaikan tercerna dan dapat dipahami oleh siswanya, sehingga akan terjadi kesusksesan dalam pencapaian pembelajarannya.
         Selain dalam memilih metode pembelajaran, kegiatan belajar mengajar (KBM) pun harus edukatif dan komunikatif. Apalagi dalam setiap praktek atau pelatihan harus dapat memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan komunikatif yang tercantum dalam kurikulum, mengikut sertakan siswa dalam komunikasi, menawarkan penggunaan setiap proses komunikatif sebagai tukar informasi, pengenalan makna, dan interaksi.










BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian
         Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya (Arikunto, 1998:149). Sementara itu, menurut Sugiono (2007:2) bahwa metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Selanjutnya Djajasudarma (2006:65) menjelaskan tentang batasan metode dalam ilmu pengetahuan adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guru dalam mencapai tujuan yang ditentukan.
         Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang telah diteliti (Moleong, 2006:11). Penelitia ini menggunaka metode kualitatif karena data yang diperoleh berupa deskripsi tentang kajian budaya dalam kumpulan cerpen Juru Masak karya Damhuri Muhammad. Dengan ini peneliti bermaksud mendeskripsikan unsur-unsur budaya Minangkabau yang terangkum dalam kumpulan cerpen Juru Masak karya Damhuri Muhammad.



3.2 Teknik Penelitian
a.   Teknik Pengumpulan Data
1.   Studi Pustaka
Studi pustaka adalah kegiatan mencari dan mengumpulkan bahan-bahan, informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti atau dengan cara mencari, mempelajari, menelaah berbagai aspek yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti (Arikunto, 1998:222).
2.   Dokumentasi
Dokumentasi adalah, mengumpulkan bahan-bahan yang akan diteliti dari sumber yang telah dipilih. Dalam penelitian ini bahan-bahan atau data yang dikumpulkan atau didokumentasikan adalah kumpulan cerpen Juru Masak karya Damhuri Muhammad.
3.   Teknik Analisis Data
Teknik analisis isi adalah penelaahan dan pengkajian terhadap kumpulan cerpen dengan pendekatan kualitatif. Menurut Holsti (Moleong, 2006:220), Content Analisys adalah teknik yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara objektif dan sistematis. Data biasanya merupakan dokumen tertulis, rekaman audio dan video, media masa dan cetak, dan sebagainya. Teknik yang akan peneliti ambil yaitu menganalisis kumpulan cerpan Juru Masak karya Damhuri Muhammad dari segi budaya dengan maksud mendeskripsikannya.   
         Untuk mengetahui unsur budaya dalam kumpulan cerpen dapat digunakan diantaranya dengan menggunakan pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis ini  bertolak dari asumsi bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat (Semi, 1993 :73). Melalui karya sastra seorang pengarang mampu mengungkapkan masalah kehidupan yang pengarang sendiripun ikut di dalamnya.
      Adapun langkah-langkah yang akan menjadi analisis dalam penelitian ini adalah:
1. Pengenalan tentang sosok pengarang Damhiri Muhammad melalui biografinya, dan mengetahui kehidupan sosialnya melalui karya sastranya.
2.  Pengenalan terhadap falsafah, di sini filsafah membicarakan tentang cara hidup, persoalan kebaikan dan keadilan masyarakat status sosialnya, pendidikannya serta menyangkut tentang kehidupan agama yang dianut oleh pengarang.
3. Menelaah aspek intrinsiknya terlebih dalam cerpen, kaitannya dengan kepentingan masyarakat serta misi sastra dalam meningkatkan taraf kehidupan. Adapun yang menjadi bahan telaahan adalah pertama tema, sebab tema merupakan cerminan ketika semakin besar manfaat terhadap masyarakat makin tinggi pula yang diberikan kepada karya sastra. Selain tema penulis juga harus mengenal watak dari tokohnya, yang diperkenalkan oleh pengarangnya. Ketiga harus mengenal alur, karena alur merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun jalan cerita. Keempat penulis juga harus mengenal latar sebab latar merupakan segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan di dalam karya sasrta terlebih dalam cerpen.  Kelima adalah gaya bahasa yang dituturkan oleh pengarang di dalam karya sastranya. Keenam disini penulis harus mengenal sudut pandang, sebab visi pengarang, dan yang ketujuh penulis juga harus mengenal amanat yang di jelaskan oleh pengarang di dalam karya sastranya. Maksudnya pesan yang disampaikan pengarang pada pembaca.
4. Pengenalan tentang ada tidaknya tata nilai, etika, budaya, agama dan falsafahnya yang ada dalam karya sastra. Dalam hal ini pula, penulis hanya akan mencari unsur budayanya yang terdapat di dalam kumpulan cerpen Juru Masak karya Damhuri Muhammad. Karena sesuai dengan apa yang terdapat di dalam pertanyaan penelitian.

3.3  Sumber Data Penelitian
Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.  
Judul Buku               : Juru Masak
Pengarang                : Damhuri Muhammad
Penerbit                    : Koekoesan
Tahun cetakan          : 2009
Halaman                   : 158
          Dalam hal ini penulis hanya mengambil tujuh buah cerpen saja, yaitu (1) Sumanda, (2) Juru Masak, (3) Tamu dari Kampung, (4) Ratap Gadis Suayan, (5) Jo Ampok, (6) Tikam Kuku, dan (7) Pawang Hujan. Menurut peneliti dari ketujuh cerpen ini, peneliti merasa sudah mewakili dari keempat belas buah cerpen tersebut yang menggali tentang budaya.
BAB IV
ANALISIS BUDAYA KUMPULAN CERPEN JURU MASAK KARYA DAMHURI MUHAMMAD DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MENDENGARKAN DI SMA
        
4.1 Sinopsis Kumpulan Cerpen Juru Masak  Karya Damhuri Muhammad
1. Sinopsis Cerpen Juru Masak
      Berawal dari kebiasaannya memasak dan kelihayannya dalam menakar setiap bumbu membuatnya larut. Sehingga dia (Makaji) selalu dipanggil dalam acara syukuran apapun, sehingga orang-orang menamainya seorang juru masak sebab keterampilannya dalam meracik dan menakar semua bumbu-bumbu dengan pas, enak, dan sedap. Tapi tidak untuk kali ini,  sebab dalam acara kenduri Ronggogeni puteri dari Manggudun  siapa yang tak kenal Mangkudun, sosok lelaki setengah baya ini adalah rajanya tuan tanah di Lareh Panjang hampir sepertiga wilayah kampung ini adalah miliknya.
         Namun, akibat dari kesombongannya dulu, kini ia harus menerima segala gunjingan yang didengar dari para mulut tetangga dan para tetamu yang datang. Bagaimana mungkin, kenduri sebagus dan semarak itu justru mempelai laki-laki nyaris meninggalkan helat atau acara disebabkan oleh aneka makanan yang tersuguh bukanlah masakan Makaji. Ya, dialah sosok laki-laki tua yang disebut sebagai Juru Masak handal Lareh Panjang itu.
         Gulai Kambing akan  terasa hambar karena racikan bumbu tidak meresap ke dalam daging. Kuah Gulai Rebung akan encer karena keliru menakar jumlah kelapa parut, lebih banyak airnya daripada santannya. Maka, akan berseraklah gunjing dan cela yang mesti ditanggung tuan rumah.
         Hal ini buakan karena kenduri kurang meriah, tidak pula karena pelaminan tempat bersandingnya pasangan mempelai tak di sedap di pandang mata, tapi karena bermacam-macam menu yang tersaji tak menggugah selera, melainkan karena Makaji si tangan dingin itu tak turun tangan.  
      Makaji bukanlah lari dari tanggung jawab atas apa janjinya pada Mangkudun untuk membantu dalam kenduri putrinya itu. Tapi makaji pergi karena tawaran dari putra bungsunya yang belum tentu datang untuk kedua kalinya, pikir Makaji. Makaji ingin dibawa ke tempat rantauan anaknya, di Jakarta. Tak ada kebahagiaan bagi orang tua selain berkumpul dengan anak-anaknya. Maka inilah alasannya mengapa Makaji sang Juru Masak pergi meninggalkan kenduri Renggogeni.
         Putera dari Makaji yaitu Azrial masih memendam lara terhadap Mangkudun ayah dari Renggogeni, betapa tidak Azrial mendendam karena niat baiknya ingin menikahi puterinya malah dihina karena dianggap hanya sebagai sekretaris honorer di kantor kepala desa, orang miskin dan anak seorang juru masak. Ketika berkunjung ke kampung halamannya untuk bertemu ayahnya. Tetapi, malah mendapati kabar yang membuatnya terluka sebab luka yang  lama muncul kepermukaan lagi. Dengan hati yang merasakan betapa sakitnya perasaan Azrial. Maka, Azrial seketika itu pula mengajak ayahnya untuk pergi bersamanya dengan perasaan yang kesal dan sakit yang mendendam, untuk pergi di negeri rantau, Jakarta.

2. Sinopsis Cerpen Sumanda
         Berawal dari tiap tahun membangun masjid, kampung kami, biasa “kami” sebut. Tak pernah berhenti untuk membangun masjid dan tak pernah berhenti pula untuk menghimpun wakaf, zakat, infak, sedekah. Pada tiap musim lebaran tiba sebab dengan begitu mereka mengetuk hati para perantau yang pulang kampung. Sumanda selain nama judul cerpen Sumanda adalah tokoh utama dalam cerpen ini. Pemuda kampung yang cukup sukses yang jarang didapat oleh pemuda kampung di kampungnya. Sumanda dengan keuletannya dan kegigihannya berjuang untuk hidup mampu membiayai adik dan ketiga anaknya mampu menyelesaikan sekolah sampai mendapatkan gelar sarjana di kota, itu semua dilakukan oleh Sumanda tanpa pergi merantau seperti yang dilakukan oleh semua sahabatnya.
         Sumanda kecil dulu sangat disayang oleh semua keluarganya tapi tidak hanya keluarganya saja, kamipun sebagai temannya sangat menyayanginya sebab ia baik budinya dan suka menolong teman tanpa melihat siapa yang ditolong olehnya bahkan guru ngaji kamipun sangat menyayangi. Seperti  yang didapat kesuksesannya itu tak lepas dari keuletan dan rajinya bekerja. Namun Sumanda kecil tetap pergi kesurau dan mengaji layaknya anak laki-laki di kampung kami. Suaranya yang mendayu-dayu membuat orang merinding ketika ia sedang adzan.
            Namun sekarang seolah berubah begitu cepat, waktu seakan berubah dengan mudahnya. Diusia senjanya Sumanda yang cukup kaya kini harus tinggal di surau tempat dimana ia dan temannya dibesarkan, di surau yang lapuk dan makan hanya dari sumbangan. Sumanda merasa lebih senang tinggal di surau dari pada tinggal di rumah yang jarang diurus oleh istrinya, sebab isterinya lebih senang tinggal  bersama anak perempuannya yang sudah memiliki anak. Kini Sumanda merasa diusianya yang senja lebih senang tinggal di surau dan merewat surau itu sampai ajal menjemputnya.

3. Sinopsis Cerpen Tamu dari Kampung
         Tanur adalah pemuda dari kampung yang pergi merantau ke Jawa dan memiliki istri orang Jawa asli pula. Sifatnya yang baik dan memiliki jiwa sosialisme yang melekat pada dirinya, sudah tertanam semenjak kecil dan merupakan didikan dari keluarganya membuatnya suka menolong. Seperti sikapnya yang menolong pada seorang pemuda yang bernama Yanuar yang meminta bantuannya. Walaupun Tanur sendiri belum mengenalnya hanya saja mereka satu tanah kelahiran. Itulah mengapa Tanur begitu membantunya selama berada di Jawa karena Yanuar sedang mencari pekerjaan.
         Itulah sosok Tanur yang baik hati dia begitu rela dan ikhlas menolong sesama saudara dan menghargai sebagai seorang tamu yang membutuhkan bantuan dan pertolongannya. Kebaikan Tanur dibarengi oleh istrinya orang Jawa asli sehingga, membuat keluarga kecilnya  selalu rukun dan damai walau terkadang harus memangkas uang dapur untuk membantu para tamunya yang datang dan meminta bantuannya.

4. Sinopsis Cerpen Ratap Gadis  Suayan
         Kampung Suayan bukanlah kampung yang mewah dan kaya  akan hasil alamnya. Kampung Suayan atau dusun Suayan sangat gersang tanaman padipun tak tumbuh disana, bukan tidak tumbuh tetapi sebelum memanen padi itu sudah mati karena kekurangan air, sebab persawahannya masih mengandalkan air hujan. Tetapi kurangnya alam tidak membuat kampung ini layu, Tuhan memang maha adil. Kegersangannya alam digantikan dengan lahirnya perempuan-perempuan yang berwajah cantik, kulitnya halus seperti orang Jepang, hidungnya mancung seperti hidung orang Arab,  berbadan langsing, bertubuh tinggi semampai, dan tak kalah bagusnya adalah suaranya  yang medayu-dayu bila bernyanyi membuat orang yang  mendengar merasa merinding olehnya.
         Dari sinilah kampuang Suayan tertolong akan ekonomi keluarganya, sebab dengan datangnya pinangan demi pinangan, untuk meminang anak gadisnya. Harga pinangan yang temurahnya saja cukup untuk menebus empat bidang ladang yang tergadai. Namun pinangan yang datang dan terjalinnya suatu ikatan pernikahan tidak selamanya berujung bahagia. Seperti Raisya, gadis tercantik pada masanya kini hanya dikenal sebagai perempuan panggilan guna mengisi acara, jika dulu acara hajatan kini berubah menjadi kematian. Karena Raisya kini adalah gadis tukang ratap yang pandai meresapi pahitnya kehidupan. Bahkan, lebih meresapi tangisnya daripada keluarga korban yang ditinggal mati oleh salah satu keluarganya. Tangisnya, ratapnya, semakin memilukan, sipapun yang mendengar ratap Raisya pasti akan terenyuh hatinya dan menitikan air matanya.
         Raisya dulu adalah gadis periang dan berbudi pekerti baik namun kesedihannya melanda saat ia dipaksa untuk menikahi seorang pria yang sudah beristrikan dua orang, kini Raisa ditinggal oleh suaminya setelah lahir anak perempuan satu-satunya itu. Dan ternyata pernikahannya merupakan penyelamatan hidup keluarga pamannya Raisya kerena terlilit hutang, sehingga membayarnya dengan menyerahkan Raisya pada Nurman, mantan suaminya itu.

5.  Sinopsis Cerpen Jo Ampok
         Jo Ampok adalah salah satu tokoh dan yang menjadi judul cerpen juga. Jo Ampok adalah sosok laki-laki setengah baya yang kecanduan dalam perbuatan sangat dibenci oleh agama dan negara, yaitu kecanduannya bermain judi. Jo Ampok jarang sekali  kalah dalam bermain judi, itu dikarenakan ada sosok anak muda yang membantunya dalam bermain, baginya laki-laki ini adalah keberuntungan bagi diri Jo Ampok. Engku adalah nama anak laki-laki itu yang menjadi anak emasnya Jo Ampok. Namun perubahan terjadi pada diri Jo Ampok ketika Engku yang baik budi dan penurut itu menjadi seorang guru mengaji di kampung Guci. Sebab pada saat itu juga Engku meninggalkan semua perbuatan yang dibenci oleh agama dan dilarang oleh negara, yang dahulu pernah dilakoninya.  Pada saat itu pula Jo Ampok sebagai raja judi di kampung Guci kini mengalami kekalahan secara terus-terusan. Karena Jo Ampok malu sebab, disetiap permainannya ia selalu kalah. Maka ia tak datang lagi ke lapau, sampai-sampai ia terserang sakit dan meninggal.  

6. Sinopsis Tikam Kuku
         Seorang pemuda yang bernama Dahlan yang baik dan terkenal sakti itu harus diberi gelar dengan sebutan “beruk” jadi namanya Dahlan Beruk, karena setiap aksinya menolong Dahlan selalu bergelantungan diatas dahan pohon. Dahlan adalah sosok pemuda yang baik namun dibenci oleh beberapa masyarakat sebab, ia selalu membela orang –orang yang tertindas, karena ulah Jilatang layur tangan kanan Cen Bi yang terkenal sakti itu. Cen Bi tidak suka pada sikap Dahlan yang suka menolong. Cen Bi merasa tidak aman sebab Dahlan Beruk masih ada disekitar kampungnya yang selalu menggagalkan rencananya untuk membeli hasil tembakau panen warga  dusun Subakir dan kerap terjadi penindasan karena masyarakat tidak ingin menjual pada Cen Bi.

7. Sinopsis Pawang Hujan
         Iwik sosok pemuda yang baik dan penolong ia dari kampung yang mencoba hidup dengan merantau, kepergiannya tidak hanya kekosongan yang ia bawa. Sebab, Iwik mewarisi ilmu penangkal hujan agar tidak terjadi hujan untuk beberapa lamanya yang ia peroleh dari gurunya ketika di kampung. Saat ia merantau dan mencoba tinggal disalah satu kampung yang usang yang bersebelahan dengan perumahan kawasan elit, Iwik dipanggil untuk menjaga kawasan itu. Tetapi lebih dari itu Iwik dibayar untuk menghalau dan menahan agar hujan tidak mengguyur di perumahan itu  yang dipimpin oleh seorang RW yang biasa dipanggil Bang Sat (Satmoko). Diakhir masa jabatannya Bang Sat ingin tak ada cela pada dirinya, sebab meskipun perumahan kawasan elit namun kawasan ini menjadi langganan banjir ditiap tahunnya.
      Namun, pada saat bersamaan Rojak kecewa pada Iwik karena sikap Iwik yang menghalau datangnya hujan. Rojak mengangap sikap Iwik ini adalah salah karena Rojak merasa membutuhkan bantuan dari pada RWnya yang hanya tinggal dua bulan lagi selesai jabatannya. Rojak senang bila kawasan yang ia jaga menjadi banjir karena ia akan mendapat tambahan uang untuk biaya bersalain istrinya dari hasil ia menolong warga untuk mengungsi ketempat yang lebih aman. Saat Rojak berkata demikian di sebuah pos kamling malam itu, hati Iwik sedih dan ia langsung tersadar akan wasiat gurunya sebelum menurunkan ilmu pawang hujan itu, saewaktu ia masih di kampung. Bagaimanapun sulitnya keadaanmu, janganlah sampai kau salahgunakan  kepandaian itu, begitu pesan guru Iwik sebelum meninggal. Seketika itu Iwik tentu tahu akan akibatnya bila nekat melanggar pantangan. Bisa kualat seumur-umur.
         Tanpa sepengetahuan bang Sat, Rojak, Jouhar  dan orang-orang perumahan Iwik pergi meninggalkan kawasan perumahan elit itu setelah percakapan di pos Kamling itu. Pada saat itu juga selama tiga hari berturut-turut hujan mengguyur kawasan elit itu dan terjadilah banjir. Seketika itu juga Rojak dan Jouhar seperti kejatuhan buah Durian runtuh, sebab dengan membantu dan membawa warga masyarakat ketempat yang aman ia akan beroleh upan tambahan dan akan membayar biaya persalainan isterinya.

4.2 Analisis Kumpulan Cerpen Juru Masak karya Damhuri Muhammad
         Dalam menganalisis unsur budaya dalam kumpulan cerpen Juru Masak penulis akan menggunakan pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis ini sangat mempersoalkan dalam hal yang berada di luar karya sastra, seperti adanya latar belakang pengarang, fungsi sastra terhadap masyarakat, masalah pembaca, lingkungan sosial yang melingkupi kehidupan karya sastra dan lain-lain. Penulis juga mengikuti langkah-langkah yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena sesuai dengan daftar pertanyaan tentang unsur-unsur budaya Minangkabau yang ada dalam kumpulan cerpen Juru Masak karya Damhuri Muhammad.

4.2.1 Latar Belakang Pengarang, Damhuri Muhammad
         Damhuri Muhammad terlahir di Taram, Payakumbuh, Sumatera Barat, 1 Juli 1974. Menyelesaikan studinya pada jurusan Bahasa dan Sastra Arab di Fakultas Adab IAIN Imam Bonjol, Padang (1997). Damhuripun mendapatkan kesempatan untuk lanjut di Psacasarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (2001). Sekarang Damhuri Muhammad tinggal dan menetap di pinggiran kota Jakarta.
         Bagi Damhuri, agama selain sebagai dasar iman yang harus terpatri dalam dadanya melainkan juga sebagai warisan budaya dari nenek moyang mereka. Sebab dengan beragama  islam maka anak laki-laki di kampungnya harus tinggal di surau sebagai proses pendewasaan dan ketidak bergantungannya pada orang lain. Hal ini sangat berguna untuk bekal ketika hidup di negeri rantau. Hal ini terbukti dari jejang pendidikannya  yang berkultur agama atau religi.
         Bagi sosok Damhuri membuat cerpen tidaklah mudah karena harus sesuai dan membutuhkan ketelatenan sebab baginya menulis cerpen seperti meraut sepasang bilah layang-layang. Butuh keuletan dan ketelatenan untuk terus-menerus meraut kedua bilah itu dari pangkal hingga ujung, sampai permukaannya benar-benar halus, dan imbang bila ditimbang. Selian itu juga Damhuri memiliki kebiasan yaitu menyimpan cerpen-cerpennya yang sudah selesai ditulis dalam waktu relatif cukup lama, terkadang sampai berbulan-bulan lamanya sebelum dia mengirimkan ke meja redaksi. Barangkali itulah sebabnya, dibanding tahun-tahun lalu, produktifitas publikasi cerpennya agak menurun. Bukan  karena dia tidak mengarang, tetapi lebih pada karena ingin mengendapkan cerpen-cerpen itu, agar dia punya waktu untuk kembali membaca-bacanya, membengkelinya, menyempurnakannya, hingga benar-benar matang menjadi sebuah karya sastra.
         Beberapa cerpen dan karya sastranya lainnya yang pernah diterbitkan diantaranya selain Juru Masak (2009), LARAS, tubuhku bukan milikiku (2005), Lidah Sembilu (2006), Cinta Di atas Perahu Cadik-cerpen KOMPAS pilihan 2007- (2008). Sehari-hari ia bekerja sebagai editor fiksi untuk sebuah penerbitan di Jakarta. Saat ini pula beliau sedang merampungkan sebuah novel silat berjudul Gelang-gelang Kawat (segera terbit).

4.2.2 Pemikiran Pengarang dilihat dari Segi Politik, Status Sosial, Pendidikan, Sosialisasi, dan  Kehidupan Agama
         Mengenali pengenalan terhadap falsafah ideologi politik, status sosial, pendidikan, sosialisasi, dan agama pengarangnya. Untuk Damhuri Muhammad sendiri beragama Islam adalah agama yang sudah ia peluk semenjak kecil. Selain ditunjang oleh akademik berbasis  agama Islam. Damhuri Muhammad sudah lebih dahulu bergulat dan erat serta dekat dengan ajaran agama Islam, karena sudah dari kecil tinggal di surau. Itulah tempat di mana ia memulai aktivitas dipagi hari, sore hari, hingga malam harinyapun nyaris ia lakukan di surau. Baginya dan teman-temannya dan anak-anak kampungnya beragama islam tidak hanya diluarnya saja, melainkan mampu untuk dipraktikkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
            Selain menetap dan tinggal di surau sebagai suatu kebiasaan, tetapi di sana jauh akan terkuak inti dari kehidupan ini, bukan hanya sekedar sebatas kebiasaan belaka tetapi di sana akan tercipta sebuah interaksi antar sesama, menumbuhkembangkan rasa persaudaraan, saling bergotong royong dalam pembangunan surau di kampungnya. Bagi masyarakat Minang pepatah ini sudah melekat dan tertanam dalam dirinya. “di manapun kita berdiri diranah Minang, dapat dipastikan kita akan mendengar adzan, panggilan untuk beribadah solat lima waktu.” Di tanah Minang ini selain selain budayanya yang khas tetapi kekuatan dalam beragamapun  mereka kuat, sampai-sampai di setiap sudut kampung pasti kita akan melihat surau dan masjid. 
         Damhuri sendiri memang sekarang tinggal dan menetap di Jakarta. Kendati demikian tetap saja jiwanya adalah anak kampung yang penuh dengan kebiasaan-kebiasaan serta adat yang berpegang, namun karena pendidikannya yang sampai pada jenjang pascasarjana membuatnya berwawasan luas dalam mengapresiasi semua karya-karyanya dengan berlatarkan budaya dan kampung.  Baginya kampung yang kental dengan budaya itu tidaklah seusang yang dipikirkan pada benak masyarakat. Bagi Damhuri menulis adalah membutuhkan kesabaran dan ketelatenan. Sehingga Damhuri pernah menyimpan karya-karyanya dalam kurun waktu berbulan-bulan. Sehingga mengakibatkan produktivitas publikasi cerpennya agak menurun beberapa tahun yang lalu.
         Dalam kurun waktu dekat inipun Damhuri akan segera meluncurkan novelnya, sebab saat meluncurkan kumpulan cerpen ini ia sedang merampungkan sebuah novel yang berjudul Gelang-gelang Kawat (novel yang berisikan tentang persilatan).

4.2.3 Analisis Unsur Budaya pada Kumpulan Cerpen Juru Masak
4.2.3.1 Budaya Kepercayaan
         Dalam pengkajian atau analisis ini penulis bermaksud menganalisis budaya kepercayaan lebih awal, karena sesuai dengan latar belakang pengarang yang kuat dalam meyakini kepercayaannya sebagai seorang muslim. Dalam bukunya Alo Liliweri, 2007:107, kebudayaan menurut Edward B. Tylor menyatakan bahwa kebudayaan adalah kompleks dari keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, adat istiadat dan setiap kemampuan lain dan kebiasaan yang dimiliki oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dalam hal ini pula penulis bermaksud ingin mengungkapkan budaya kepercayaan atau agama yang dianut  dalam kumpulan cerpen Juru Masak. Adapun agama yang dianut pada kumpulan cerpen ini diceritakan beragama Islam yang taat, sampai-sampai mereka tinggal dan tidur di surau. Seperti yang tergambar dalam kutipan berikut.
Bagi kami, Surau bukan saja tempat solat, wiridan, majlis ta’lim dan belajar mengaji, tapi juga tempat tinggal kami anak laki-laki.
(Muhammad, hal. 14)


Sehingga dalam pergaulannya surau bukan hanya sebagai tempat untuk beribadah pada Tuhan yang Maha Esa melainkan waktunyapun mereka lebih banyak di surau ketimbang di rumah mereka. Seperti yang tergambar dalam kutipan berikut ini.
Lebih banyak waktu kami di surau ketimbang di rumah.
Disana mereka mengaji, solat berjamaah, dan bila malam pekat, tibalah saatnya mereka untuk belajar silat.
(Muhammad, hal. 15)
Bagi masyarakat kampung tersebut, sikap tinggal di surau adalah suatu yang dipersyaratkan oleh kaum adat.  Sikap lebih memilih tinggal di surau adalah suatu keharusan yang sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka masuk agama Islam.
         Mereka, anak laki-laki seperti orang yang tidak memiliki rumah, saudara bahkan orang tua. Karena mereka sehari-hari lebih senang tinggal di surau ketimbang di rumah. Bahkan, karena saking banyaknya anak yang tinggal di  surau seakan tak pernah sepi dari riuhnya anak-anak. Walaupun bukan dibulan puasa. Seperti dalam kutipan berikut.
Benar-benar seperti anak-anak yang tidak punya rumah. Ya, hanya surau itulah rumah mereka. Itu sebabnya surau-surau di kampung kami tak pernah sepi.  Selalu riuh oleh suara anak-anak mengaji. Tidak hanya dibulan puasa, tapi juga dibulan-bulan biasa.
(Muhammad, hal. 15)
         Berakar dari kebiasaan, maka timbulah kesadaraan bahwasannya kita hidup adalah untuk beribadah pada Tuhan yang maha pemurah. Sehingga ketaatannya dalam beribadah di rumah Allah menjadikanya sebuah tempat yang ramai akan riuhnya suara anak-anak yang belajar mengaji bahkan tidak hanya dibulan ramadhan sekalipun.
Meskipun kebiasaan, namun lingkungan sangatlah berperan besar dalam pembebtukan karakter manusianya. Lingkungan tidak baik maka akan tercipta warganya tidak baik. Namun, kita sebagai manusia tentu memiliki fitrah pada diri masing-masing manusia itu sendiri walaupun lingkunganya mengajarkan untuk melakukan perpuatan maksiat seperti berjudi yang terkenal di kampung Guci. Namun fitrah itu akan kuat ketika menyadarinya bahwa hidup tidak hanya didunia saja, dan mencoba untuk tidak mendekati pada hal-hal maksiat. Seperti yang tergambar pada kutipan berikut.
“Sejak dipercaya menjadi guru mengaji, Engku hampir tidak pernah lagi mampir di Lapau, warung kopi”.
(Muhammad, hal. 49)

            Engku memang sudah dipercaya untuk mengajarkan mengaji, ia telah meninggalkan perjudian.  Namun, godaan itu kerap datang pada dirinya untuk datang kelapau lagi sebab di belakau Lapau itu terdapat tempat untuk bermain beraneka judi ada di sana ada. Keimanannya kian kuat ketika godaan itu dantang untuk mengajaknya kembali ke Lapau, sehinnga ia telah berjanji pada dirinya bahwa ia akan menjadi manusia insyaf dan tidak akan menyentuh permainan judi. Seperti yang tergambar pada kutipan berikut ini.
“Engku sudah berjanji tidak akan menyentuh kartu Remi, Koa, dan Batu Domino lagi.”
(Muhammad, hal. 55)
         Meskipun lingkungan tidak baik namun ketika kesadaran tumbuh dan meyakininya hal-hal yang tidak baik dan perbuatan keji datang akan terlindungi. Sebab Allah itu selalu berada pada orang-orang yang ingin berubah pada kebaikan.
         Dari kutipan di atas, dapat penulis simpulkan bahwasannya tinggal di surau selain karena adat, tapi lebih  untuk beribadah dan taat pada agama, sebab orang minang tidak hanya kental dengan budayanya saja tetapi merekapun kuat dalam memeluk agama Islam, sebab sebagai dasar keimanan mereka. Tetapi lebih dari itu semua adalah sebagai proses pendewasaan bagi anak laki-laki agar tidak bergantung pada ibu dan orang lain kelak ketika mereka meranatu di negeri orang. Dari paparan yang penulis ungkapkan padadasarnya adalah hiduplah mandiri jangan bergantung pada orang lain selain pada Allah yang maha pemberi bagi hamba-hambanya yang beriman dan mau untuk merusaha. Allah tidak akan mengubah suatu kaum kalau tidak mengubahnya sendiri.




4.2.3.2 Budaya Adat Istiadat
         Seperti yang dikatakan oleh Edwrd B. Tylor selain kepercayaan bahwa adat istiadatpun merupakan suatu kebudayaan. Dalam hal ini juga penulis bermaksud ingin mengungkap budaya adat istiadat yang ada pada kumpulan cerpen Juru Masak.
         Mungkin tidaklah asing lagi bagi kita warga Indonesia, mengenal akan adat istiadat. Apa lagi bagi mereka orang-orang Sumatera Barat, terlebih suku Minangkabau. Seperti cerpen ini. Bagi mereka warga masyarakat adat merupakan junjungan yang diagung-agungkan, bahkan lebih agung dari pada peraturan yang dibuat oleh pemerintah sendiri.  Dimana masyarakatnya ini sangat kuat dalam memegang dan mempertahankan tradisi adat istiadat yang didapat dari leluhur mereka. Disini penulis akan mencoba mengungkapakannya, dikisahkan bahwa anak laki-laki yang terlahir ketika masuk akil baligh atau bisa juga ketika masuk dalam usia sekolah dasar, kami para anak laki-laki berduyun-duyun tinggal dan sudah harus belajar untuk tidur di surau. Memang disana tidak ada kamar selayaknya rumah melainkan hanya ada ruangan belakang yang disekat oleh triplek. Kami tidur serupa ikan yang ada dalam wajan. Bagi masyarakat bila ada anak laki-lakinya yang masih tinggal dalam rumah maka akan dibenci dan dicemooh oleh tetangga dan warga sekitar sebab masih berlindung dibawah ketiak emaknya. Seperti yang tergambar dari kutipan berikut.
   Tengoklah! Rumah-rumah yang tampak berdiri kokoh itu memang luas. Tapi,         didalamnya tiada bakal ditemukan kamar bagi anak laki-laki.
   Bila masih ada yang tinggal di rumah, ia akan dicemooh, dan diolok-olok   sebagai banci yang masih saja menyeruak-nyeruak di bawah ketiak ibunya.
(Muhammad, hal. 14)
         Bagi kebiasaan atau tradisi ini harus dijunjung sebab di negeri kita ini hukum adat terkadang lebih kejam daripada hukum  negara. Meskipun pada dasarnya tokoh kami disini ini merasakan jelas bahwa hidup memang janganlah bergantung pada orang lain.  Bagi anak laki-laki akan dikatakan berguna apabila sudah pergi di negeri rantau. Seperti yang tergambar dalam kutipan berikut ini.
“ Anak laki-laki harus merantau. Tiada berguna tinggal di kampung bila belum merantau!”
(Muhammad, hal. 16)

         Seperti pada umumnya bagi orang-orang Sumatera, terlebih anak laki-lakinya trdisi bagi mereka adalah merantaulah kenegeri orang lebih dahulu selagi masih muda.  Seperti yang terceritakan dalam cerpen Sumanda ini, bagi kampungnya tradisi merantau harus ada pada anak laki-laki, meskipun tidak kenegeri orang paling tidak meranatu ke rumah orang, pergi dari rumah, hidup dan tinggal di rumah anak bini.
         Simpulannya, pada dasarnya manusia memang harus pernah merasakan juga pergi walau tidak terlalu jauh dari tempat tinggal atau saudara-saudara kita. Dengan kita pergi sebenarnya proses pendewasaan dan ketidakbergantungan pada orang lain merupakan inti dari tradisi yang tergambar dalam cerita ini. Dan amanat yang ingin disampaikan pengarang pada pembaca.
         Lain kampung tentu lain tradisi pula, ini pula yang ingin peneliti sampaikan dari beberapa kumpulan cerpen Juru Masak seperti kampung  Suayan, kampung ini sangat erat dalam menjaga tradisi yang diberikan oleh nenek moyang mereka. Seperti hukum adat lainnya, bila tidak menggunakan adat ini gunjingan dari para mulut tetangga akan terdengar gunjingan yang tidak enak kepenjuru kampung. Adat dan tradisi ini adalah saat acara kematian atau kedukaan itu ada, yaitu harus digelar adanya nyanyian ratapan-ratapan kesedihan yang menceritakan kebaikan-kebaikan selama hidup si almarhum, kesediahan itu harus lebih sedih, dan meratap sepilu-pilunya daripada keluarga yang ditinggalkan. Seperti yang tergambar dalam kutipan berikut.
 Raisya hanya akan mengisi tempat yang telah tersedia, di samping pembaringan mendiang, lalu meratap sejadi-jadinya, sekeras-kerasnya, sepilu-pilunya.
Duduk, berdiri, melonjak-lonjak, menghentak-hentakkan kaki, berputar-putar mengelilingi jenazah sambil terus menyebut-nyebut dan memuji tabi’at  baik mendiang semasa hidup.
(Muhammad, hal. 114)
         Pembaringan almarhum. Disitulah tempat yang pas untuk Raisya, sebab dialah gadis ratap itu. Acara ratapan hanya akan berlangsung pada saat acara kematian ada. Ratapan, tarian, nyanyian, akan bersekutu menjadi satu. Kesedihan tuan rumah tidak akan mampu menandingi dalamnya  kepiluan Raisya. Mendengar ratapan Raisya, mungkin orang akan beranggapan bahwa Raisya lebih berduka ketimbang keluarga mendiang. Padahal orang tersebuat bukan siapa-siapanya. Didalam ratapan, tarian dan nyanyian itu Raisya akan memunji atau membanggakan perilaku baik  almarum semasa hidupnya.
         Bagi kampung Suayan kuranglah sempurna bila upacara kematian belum diratapi, meskipun ritual secara agama telah selesai. Seperti yang tergambar di dalam kutipan berikut ini.

Kini jenazahnya sudah dimandikan, sudah pula diyasinkan, dishalatkan, dan tinggal menunggu waktu sebelum diusung ke pekuburan. Tapi sebagaimana kebiasaan orang-orang dusun Suayan, kurang sempurna upacara kematian jika belum diratapi. Maka, jenazahnya masih dibaringkan di ruang tengah rumah itu, menunggu kedatangan Raisya, si tukang ratap.
(Muhammad, Hal.122).
         Begitulah pentinganya upacara ratapan itu harus ada, walaupun telah selesai secara agama namun, bila adat belum dilakukan maka akan terdengarlah gunjingan yang tidak enak didengar oleh keluarga almarhum. Sepereti yang tergambar dalam kutipan berikut ini.
“Tak usah cemaskan soal itu. Bila kematian ini tak diratapi, apa kata orang nanti?”
(Muhammad hal. 122)
          Karena itulah  bila tidak dilakukan acara adat rasanya kurang sempurna acara kematian itu, halini merupakan adat yang ada yang telah diwariskan dari leluhur sebelum mereka ada dan tidak bisa rasanya untuk mereka tinggalkan.
         Kesempurnaan adat atau tradisi itu yang mengukur adalah dari kampung mereka masing-masing. Karena merekalah yang menjalankan dan meyakininya. Lain kampung lain pula dalam tradisi. Bila dusun Suayan kurang sempurna acara kematian jika belum ada ratapan maka, kampung Lerah Panjang akan merasa malu dan merasa terinjak-injak harga dirinya bila dalam menyajikan menu masakan tidak mengenakan  para tamu undangan yang hadir. Seperti yang tergambar dalam kutipan berikut.
kalau besok Gulai Nangka masih sehambar hari ini, kenduri tak usah di lanjutkan! Ancam Sutan Basabatuah, penghulu tinggi dari keluarga Rustamadji.
“percuma bikin helat besar-besaran bila menu yang terhidang hanya bikin malu.”
(Muhammad, hal. 63)

         Bagi kampung Lerah Panjang harga diri sangat mereka junjung. Malu  rasanya bila dalam hal penyambutan tamunya kurang memuaskan dalam penyajian menu makanan. Seperti kutipan diatas, acara akan batal gunjingan dari tamu dan tetangga akan menggunjing yang tidak enak, dikarenanakan tuan rumah dianggap tidak bisa menghormati tamu yang telah diundangnya sendiri.
         Dari beberapa kutipan diatas maka dapat penulis simpulkan, meskipun adat atau tradisinya berbeda tetapi satu tujuan karena sebagai warisan dari leluhur yang harus kita jaga dan juga sebagai budaya dan ciri khas dari suatu kampung atau daerah. Dengan tradisi kita bisa saling menghargai dan meragamkan bangsa Indonesia dan sekaligus sebagai ciri Indonesia, bahwa  negara Indonesia mempunyai beraneka ragam budaya, tradisi dan adat istiadatnya.

4.2.3.3 Cara Hidup Kekeluargaan
         Cara atau gaya hidup kekeluargaan, tolong menolong, dan kebersamaan merupakan karakter yang tercermin dalam masyarakat Minangkabau. Seperti yang dilakuan Tanur, Makaji dan masyarakat lainnya dalam beberapa tokoh yang ada dalam cerita kumpulan Cerpen Juru Masak ini. Seperti Makaji sosok orang tua yang jiwa solidaritasnya tinggi ini tak pernah pandang siapa yang ia bantu. Seperti dalam kutipan berikut ini.
“Makaji tak pernah keberatan membantu keluarga mana saja yang hendak menggelar pesta, tak peduli tuan rumah hajatan itu orang terpandang yang tamunya membludak atau orang biasa saja yang hanya sanggup menggelar syukuran seadanya. Makaji tak pilih kasih”.
(Muhammad, hal. 63)
“Tatkala jilatan api sudah mencapai atap rumah gonjong sembilan ruang itu, Dahlan sudah bergelayut serupa Beruk di dahan pohon Durian, belakang rumah itu. hanya dari pohon itu Dahlan bisa meloncat masuk, dari tangga hingga anjingan, kobaran api sudah tidak bisa diterobos ”
(Muhammad, hal. 87)   
      Bagi Makaji dan Dahlan tolong menolong merupakan perbuatan baik yang ia harus tanam semasa hidupnya, terlepas dari Makaji adalah satu-satunya juru masak yang tersisa yang ada di kampung Lerah Panjang, walaupun terkadang taruhannya nyawa sekalipun, bagi Dahlan ia hanya berbuat baik. Tidak  pernah rasanya ia memilih dalam menolong seseorang. Baik orang yang kurang berada  atau orang yang berada sekalipun. Walaupun Makaji merupkan kata  kunci kehormatan pesta  di kampungnya namun tetap saja Makaji adalah orang miskin. Rasa  solidaritas yang tertanam dalam jiwa masyarakat Minang membuatnya tidak hanya dalam kampungnya saja, tetapi di negeri rantaupun mereka tetap saja saling menolong walaupun bukan saudara kandung. Seperti yang dilakukan Tanur dalam kutipan berikut.
“Abang bisa jemput saya? Tunggu saja saya di stasiun Tugu, saya berangkat dari Jakarta dengan kereta Senja Utama”.
(Muhammad, hal. 104)

Kini, orang yang berperangai ganjil itu benar-benar sudah menjadi tamu di rumah Tanur.
(Muhammad, hal. 105)
         Bagi orang yang merantau saudara sekampung merupakan saudara juga, karena itulah jiwa rasa tolong menolong mereka sangat tinggi. Karena pada suatu hari nanti ketika datang masa rantau maka dia akan ditolong juga. Makanya sikap kekeluargaan yang sudah tertanam pada masa anak-anak yang tinggal di surau dahulu membuat mereka beringan hati untuk menolong sesama satu tanah kelahiran. Seperti yang dilakukan Tanur terhadap tamunya yang datang ke Jawa, untuk beberapa bisnis yang dilakukannya, walaupun Tanur sendiri tak berminatnya namun tetap saja Tanur mau menerima tamunya untuk tinggal dirumahnya yang berukuran sedang di Jawa, sebab istri Tanur adalah orang Jawa asli. Disanalah Tanur merantau dan menetap.
Jiwa solidaritas untuk rasa saling membantu membuatnya selalu ingin membantu siapapun mereka, masyarakat kampung Lerah Panjang mereka bersatu dan bergotong royong dalam pembangunan masjid. Mereka tak segan-segan menyumbang apapun semampu mereka bisa, baik uang, benda dan tenaga. Dan itu mereka lakukan biasanya saat mereka pulang kampung, bagi mereka yang pulang kampung, mereka tak segan merogoh sakunya dalam-dalam untuk membantu pembangunan masjid dan dibantu orang sekampungnya, dan mereka akan berbondong-bondong pula ketika ada salah satu saudara yang sedang sakit. Seperti dalam kutipan berikut.
Mereka mengetuk hati para perantau yang pulang ke kampung untuk bersenang hati ikut menyumbang. Ada yang memberi derma dalam bentuk bahan  bangunan, ada pula yang menyumbang uang  tunai.
(Muhammad, hal. 14)

Ada yang memberitahukan kalau sakitnya makin parah. Dan, tanpa pikir panjang, orang-orang lapau  pun segera menjenguk Jo Ampok”.
(Muhammad, hal. 55-56)
         Rasa kekeluargaa mereka membuat ciri kahs sebagai masyarakat yang memiliki rasa kebersamaan yang kuat. Sepereti mereka yang saling membantu dalam hal apapun, seperti yang tergambar dari kutipan diatas. Makaji yang tak pernah pandang siapa yang ia bantu, atau seperti mereka masyarakat kampung Lerah Panjang yang tak segan-segan merogoh sakunya dalam-dalam guna pembangunan masjid, bahkan seperti Tanur yang membantu tapi tak mengetahui siapa yang ia bantu dan Dahlan yang membantu walau harus nywanya yang menjadi taruhannya.
      Sikap tolong menolong dan gotong royong pun tercipta di kawasan perumahan elit Kemilau Asri. Taatkala hujan berturut-turut mengguyur kawasan tersebut dan seketika itu juga mendapat banjir kiriman dari luapan kali Cilesung. Seperti pada kutipan berikut.
“Rojak, Jauhar, jakdul, Paijin, dan Ripin, sibuk mengayuh perahu karet, berusaha sekuat tenaga menyelamatkan warga yang masih bertahan bertahan di rumahy masing-masin”.
(Muhammad, hal. 154)
         Rojak dan kawan-kawan tergerak hatinya untuk membantu warga yang terkena musibah walaupun ia adalah orang-orang yang miskin yang tinggal di kampung yang selam ini menjadi tetangga kawasan perumahan elit tersebut. Dari beberapa kutipan diatas penulis simpulkan bahwasannya, manfaat dalam hidup rasa kekeluargaan itu sangat menguntungkan kita saling membantu jauh lebih menumbuhkan rasa persaudaraan dan menyambung tali talisilaturrahmi sesama saudara, ketika perbuartan baik ingin dilkukan maka lakukanlah dengan baik dan jangan ada keragu-raguan, jangan lihat siapa yang kita bantu, dan setiap perbuatan pasti ada balasannya, tergantung apa yang kita tanam. Sepertinya inilah amanat yang ingin pengarang sampaikan pada pembaca.


4.2.3.4 Perbedaan Gender
         Sumatera Barat sangat kaya akan budaya dan adat tradisi yang beraneka ragam dan kepercayaan masyarakat setempat, seperti budaya Minangkabau, masyarakatnya menganut matrilineal garis keturunan yang dipakai adalah garis keturunan dari Ibu. Bagi  masyarakat Minang ada perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Bagi mereka memiliki anak perempuan lebih dibanggakan dan diagungkan karena membawa keberuntungan pada keluarga dari pada anak laki-laki, karena pada dasarnya suku Minang menganut budaya matrilineal yang terdapat di Indonesia. Seperti yang tergambar dalam kutipan berikut ini.
Rumah hanya untuk anak-anak  perempuan. Beruntung sekali menjadi perempuan di kampung kami.
(Muhammad, hal.20)
         Karena anak laki-laki di kampung ini  ketika beranjak besar, mereka tinggal di suarau. Tidak ada tempat atau kamar untuk anak laki-laki. Rumah dan kamar hanya untuk anak perempuan saja. Makanya menjadi anak perempuan di kampung kami itu sangat beruntung dan menyenangkan selain bisa dekat dengan orang tua mereka juga tidak mesti memikirkan kebutuhannya.
         Rasa perbedaan bagi masyarakat setempat sangat mencuat sekali, karena bagi mereka memiliki anak perempuan sangat beruntung. Sebab anak laki-lakinya harus tinggal di surau sebagai adat. Walaupun pada dasarnya adalah sebagai proses pendewasaannya untuk tidak bergantung pada orang lain. Tetapi anak perempuan ini lebih banyak mereka tinggal di rumah. Karena anak perempuan merupakan sebuah aset bagi keluarga mereka untuk menambah roda perekonomian keluarga mereka. Memiliki anak perempuan seperti menyimpan celengan gemuk. Seperti yang tergambar dalam kutipan berikut ini.
Memiliki anak permpuan di dusun Suayan seperti menyimpan celengan gemuk yang sewaktu-waktu bisa di banting-hempaskan, tentu setelah pinangan datang.
(Muhammad, hal. 116)
   
         Sumatera Barat terlebih Minangkabau yang memiliki banyak kebudayaan namun disislain ternyata mereka juga menjujung tinggi antara anak laki-laki dan anak perempuan. Mereka lebih membanggakan anak perempun mereka daripada anak laki-lakinya.  Sebab bagi mereka anak perempuan merupakan harta bagi mereka guna menambah kehidupan perekonomiannya. Sebab, anak perempuan di kampung Suayan memiliki anak perempuan yang berwajah cantik, berkulit putih, dan tinggi yang ideal. Seperti dalam kutipan berikut ini.
Sejak dahulu kecantikan gadis-gadis Suayan belum terkalahkan oleh perempuan-perempuan di dusun manapun manapun.
Bayi-bayi perempun selalu terlahir dengan kecantikan yang menakjubkan. Mereka tumbuh dan mendewasa menjadi gadis-gadis yang memilikibibir pipih, pipi merona, kulit mulus seperti kulit orang jepang, hidung mancung seperti hidung orang Arab. Postur tubuh tinggi, langsing, sintal seperti bintang film.
(Muhammad, hal. 116)

Itulah sebabnya mengapa orang-orang kampung kami lebih menyukai memiliki anak perempuan dari pada anak laki-laki. Dengan memiliki anak perempuan mereka akan memiliki cukup harta dan dapat mengubah ekonomi keluarga. Sebab ketika mereka dewasa kelak mereka akan menjadi anak perempuan yang cantik dan sempurna. Ketika datang masa untuk nikah mereka akan meminta mahar mereka sebanyak yang mereka inginkan. Paling murah untuk membayar mahar adalah cukup untuk menebus empat bidang ladang yang tergadai.
         Untuk simpulan dari beberapa petikan di atas penulis menyimpulkan bahwa masyarakat Minang yang tergambar dalam kumpulan cerpen Juru Masak ini selain beragam akan kebudayaannya, tetapi mereka juga memiliki anak perempun yang terbilang sangat cantik. Masyarakatnya lebih beruntung bila memiliki anak perempuan didalam keluarganya, sampai-sampai mereka mengibaratkan memiliki anak perempuan ibarat memiliki celengan babi yang gemuk. Yang sewaktu-waktu dan kapanpun bisa dipecahkan.

4.2.4 Watak dan Latar Belakang Budaya Tokoh
      Di dalam kumpulan cerpen Juru Masak ini para tokoh yang digambarkan memiliki perbedaan watak dan latar budaya yang berbeda. Adapun tokoh yang muncul pada ke-7 buah cerpen dari kumpulan cerpen Juru masak karya Damhuri Muhammad adalah sebagai berikut.
1.  Cerpen Sumanda, adapun watak tokohnya adalah sebagai berikut.
1) Sumanda adalah sosok pemuda kampung yang baik, rajin bekerja, dan beribadah sehingga ia sangat disayangi oleh guru ngajinya. Berkat keuletannya, kesabaran, dan kerja kerasnya selama masih muda membuatnya mampu mengubah ekonomi keluarga, semua adiknya bersekolah dan mendapatkan gelar sarjana di kota. Itu semua berkat kerja kerasnya selama masih muda dulu. Dalam latar budayanyapun Sumanda termasuk dalam budaya asli orang-orang dari komunitas Minang yang tinggal di kampung.
2) Zulfikar adalah pemuda kampung yang sukses di negeri rantau. Itu semua karena budaya yang memaksanya untuk merantau. Dengan keuletan, rajin, dan kerja kerasmembuahkan hasil yang sangat sukses
3) Teman-teman adalah Pemuda kampung miskin yang kurang beruntung di negeri rantaupun mereka menglami hal yang sama pula. Mereka sangat dermawan, setia pada kawan. Mengenai latar belakang budaya, mereka pun sama termasuk kedalam orang-orang asli Minang yang tinggal disuatu kampung.
2.  Cerpen Juru Masak, adapun yang watak tokohnya sebagai berikut.
1)   Makaji, adalah sosok bapak tua yang ramah dan sikap menolong pada siapa saja, tak pernah ia memilih. Keahliannya adalah memasak, dan sekaligis ia adalah sebagai kunci sebuah kehormatan pada pesta di kampungnya. Ketenarannya tak membuatnya naik derajatnya, sebab tetap saja miskin. Mengenai latar belakang budaya  termasuk asli Minangkabau, yang tinggal di sebuah kampung, Lerah Panjang.
2)   Mangkudun adalah sosok setengah baya yang angkuh dan seorang yang kaya raya di kampung Lerah Panjang. Nyaris hampir semua tanah kampung Lerah Panjang adalah miliknya. Namun ketika martabat dan harga dirinya harus tercoreng tatkala pesta pernikahan puterinya nyaris gagal.
3)  Azrial adalah putera bungsu makaji. Ia  sosok pemuda yang baik, jujur, dan ulet ini harus rela ia meranatu ke negeri orang untuk memendam lukanya (lamarannya ditolak) dan kemiskinan, namun karena keuletannya ia menjadi orang terkaya yang sukses di negeri rantau. Ia sama-sama berlatar belakang budaya Minang, kampung Lerah Panjang.
4)   Renggogeni adalah mantan kekasih Azrial, dan puteri Mangkudun adalah sosok wanita yang baik dan penurut.    
3.   Cerpen Tamu dari Kampung, adapun watak tokohnya adalah sebagai berikut.
1)   Tanur adalah orang kampung yang merantau di Jawa dan memiliki keluarga yang sederhana. Ia adalah sosok laki-laki yang baik, bertanggung jawab, dan suka menolong.
2)   Yanuar adalah pemuda kampung yang mengaku satu kampung dan masih saudara dengan Tanur yang mencoba merantau ke Jawa. Ia pemuda pengangguran, bemulut besar, malas, dan suka menghayal. Ia bagai parasit. Ia memang sangat miskin, hidupnyapun terlunta-lunta di negeri rantau.
3)   Marni adalah isteri Tanur  ia wanita Jawa yang sangat baik, keibuan, sabar, dan pandai dalam mengatur keuangan dapur. Ia merasa kesal pada suaminya karena sikapnya yang suka selalu menolong, sampai-sampai orang yang pura-pura mengaku satu tanah kelahiranpun ia membantunya.
4.   Cerpen Ratap Gadis Suayan, adapun para watak tokoh sebagai berikut.
1)   Raisya adalah gadis si tukang ratap. Ia wanita malang dan miskin ini harus jadi korban akibat ulah pamannya yang di jadikannya sebagai jaminan hutang-hutangnya. Akhirnya wanita cantik, sabar, ulet dan keibuan ini menjadi tukang ratap untuk menghidupi dirinya dan anak semata wayangnya.
2) Datuk Pucuk adalah paman Raisya yang jahat. Semua harta peninggalan ayahnya diambil paksa. Ia tidak kasihan pada Raisya walaupun kemenakannya sendiri. Ia sendiri asli berlatar belakang Minang.
3)   Nurman adalah sosok laki-laki yang jahat dan tidak bertanggung jawab, ia adalah orang kaya di kampungnya. Isterinya banyak termasuk Raisya. Diakhir hidupnya ia harus merasakan sakit yang berkepanjangan dan diahiri dengan kematian. Termasuk berlatar budaya  Minang, kampung Lerah Panjang.
4)   Laila  adalah gadis cantik dan baik hati ini adalah anak dari Raisya, selain baik ia  pun sangat patuh serta sayang pada ibunya. Ia termasuk asli budaya Minang juga.
5.  Cerpen Jo Ampok, adapun watak tokohnya adalah sebagai berikut.
1)   Engku adalah sosok pemuda kampung yang baik walaupun  hidupnya miskin, namun ia adalah sosok pemuda yang ulet dan rajin dalam menimba ilmu telihat dari kegigihannya selesai sekolah walaupun hanya taraf Aliyah.
2)   Jo Ampok adalah sosok pria setengah baya,  walaupunn ia baik dan orang  kaya yang hartanya takakan habis walau tujuh turunanan. Namun, ada salah sifat yang kurang baik dari sosok Jo ampok ini adalah sifatnya yang kecanduan dalam berjudi. Sampai-sampai ia dijuluki sebagai raja judi, sampai ajalpun menjemputnya.
3)   Sinaro adal pria yang memiliki Lapau atau tempat warung kopi tempatnya orang-orang yang melepas penat namun, dibalik itu semua ia juga menyediakan temapt di belakang warungnya tewrsebut guna bermain judi.
6.  Cerpen Tikam Kuku, adapun watak para tokoh adalah sebagai berikut.
1)   Dahlan adalah sosok pemuada kampung yang baik dan sikapnya suka penolong terhadap sesama walaupun orang itu pernah menyakitinya. Selain baik Dalahn juga pemuda yang sakti karena ia mewarisi ilmu Tikam Kuku yang mampu mencakar dan menikam hingga ususnyapun terurai keluar bagi orang yang terkena tikamnya.
2)   Jilatang Layur adalah orang sakti yang di bayar oleh  Cen Bi untu menggertak para warga untuk menjual hasil tembakaunya dengan harga murah.
3)   Cen Bi adalah orang terkaya namun ia jahat karena menindas warga untuk menjual hasil panen tembakau pada dirinya dengan harga yang murah padahan ia sendiri menjualnya dengan keuntungan yang berlipat.
7.  Cerpen Pawang Hujan, adapun watak tokohnya adalah sebagai berikut.
1)   Iwik adalag sosok pemuda kampung yang baik dan sifatny selalu menolong. Pada saat ia merantau ia tersadarkan ketidak bolehanya dalam menggunakan ilmu pawang hujannya semena-mena.
2)   Satmoko adalah ketua RW yang kurang peduli terhadap warganya di perumahan kawasan elit  yang sering menjadi langganan banjir tiap tahunnya.
3)   Rojak adalah  penjaga pos kawasan perumahan elit yang miskin dan sedang terlilit utang. Rojak orang yang baik dan setia kawan dan bertanggung jawab pada keluarga.
4)   Jouhar adalah teman Rojak dan Iwik yang baik dan setia bersama dengan  Rojak. Ia juaga pemuda kampung yang miskin dan baik hati.

4.2.5 Unsur Budaya Kumpulan Cerpen Juru Masak Karya Damhuri Muhammad
         Adapun unsur budaya  yang ada dalam kumpulan cerpen Juru masak ini, sejalan dengan apa yang menjadi kisahan hidupnya semasa kecil yang hidup dan besar di surau. Walau pun demikian namun disini penulis mencoba ingin menonjolkan berbagai hal penting tentang budaya Sumatera Barat, khususnya wilayah kampung. Berikut unsur budayanya.
1.      Meskipun berbeda pada umumnya di Sumatera Barat, namun agaknya berbeda dengan masyarakat Minangkabau. Bagi masyarakat di wilayah kampung unsur religi atau kepercayaan ini sangat dijunjung, selain untuk pondasi atau landasan dalam hidup dan pada diri seseorang agar tetap selalu berlindung hanya pada-Nya, Tuhan segala-galanya. Tetapi lebih pada adat dan kebiasaan  bahwasannya mereka hidup tidak hanya untuk didunia saja melainkan juga untuk akhirat. Seperti sosok Sumanda dan teman-temannya tokoh salah satu cerpen Juru Masak. Serta masyarakat kampungnya agar tidak meninggalkan surau. Sebab ketika saatnya untuk pergi merantau, maka tidaklah susah. Halini dikarenakan sudah biasa, sudah tidak canggung lagi terhadap surau di negeri rantau.
2.      Budaya Minangkabau  juga kental akan syarat budaya adat istiadatnya. Hal ini terlihat dari kehidupan masyarakatnya yang masih menggunakan tradisi dari leluhur mereka. Bagi masyarakat kampung melangsungkan tradisi samadengan dengan menjunjung harga diri. Seperti warga kampung Lerah Panjang misalnya, mereka akan malu bila dalam acara apapun bila tidak menyajikan makanan yang pas dalam meracik bumbu-bumbu, sehingga dalam menyantap makananpun tidak dibuat sakit perut olehnya.
         Bila tidak acara akan batal, dan gunjinganpun  bergumam  dari para mulut tamu dan warga sekitarnya. Tidak hanya acara kebahagiaan dalam acara kedukaanpun tak luput dari gunjingan para tamu dan warga sekitar bila acara ratapan tak diadakan.  Ratapan yang memilukan akan bergumam dari mulut Raisya gadis si tukang ratap dari Suayan. Ia  akan meratap sejadi-jadinya, memilukan bagi mereka yang mendengar lebih memilukan dari keluarga yang ditinggalkannya. Bagi mereka tradisi harus dijunjung dan diadakan dengan demikian mereka merasa ada dan hidup. Walau kesetaraanpun harus di bedakan. Bagi warga Minang di suatu kampung anak laki-laki haruslah tinggal di surau tidak boleh tinggal di rumah. Bila tidak cemooh dan olok-olok akan bergunjingan dari mulut kemulut hingga meramaikan kampung.
3.      Perbedaan genderpun tak luput dari budaya bagi masyarakat Minang umumnya. Sangatlah beperan andil dalam budaya Minang. Memang pada dasarnya  suku Minang menganut budaya matrilineal. Di suatu kampung anak perempuan lebih diagung-agungkan dari pada anak laki-lakinya. Bagi kampung Suayan memiliki anak perempuan ibarat memiliki celengan babi yang gemuk, karena suatu saat nanti dan kapanpun mau mereka bisa pecahkan. Maka rumah-rumah  mereka yang luas hanya kan diisi oleh anak perempuan di kamarnya. Tidak ada istilah kamar dirumah untuk anak laki-laki. Anak laki-laki akan tidur dan tinggal di surau hingga mereka saatnya untuk merantau ke negeri orang.
4.      Cara hidup kekeluargaan sangat akrab dan erat sebagai suatu budaya yang harus dijaga. Bagi masyarakat Minang hiduplah saling gotong royong dan membantu, karena dengan menolong kita pun akan ada yang menolong lagi, halini sangat berguna bila kelak hidup di rantau orang. Maka bagi orang Minanga saling menolong dan bergotong royong harus menjadi budaya yang sudah dari sejak kecil anak-anak harus ditanamkannya. Seperti Yanuar (tokoh dari salah satu cerpen  Juru masak) yang ditolong oleh Tanur walaupun bukan saudara kandungnya. Dan tumpah ruah masyarakat bergotong royong dalam pembangunan masjid.

4.3 Kesesuaian Kumpulan Cerpen Juru Masak Karya Damhuri Muhammad dan Rencana Pelaksanaan Pembelajarannya di SMA
         Dalam pemilihan pelajaran sastra hendaknya para guru harus memilih karena adanya suatu permasalahan. Sebab disini dituntut dan dirangsang untuk berfikir. Dengan pemilihan bahan pembelajaran seorang guru tentu harus mampu dalam memotivasi siswanya agar mampu menerima pembelajaran sastra dengan baik, terlebih pada cerpen, dengan memperhatikan tiga kriteria dalam memilih bahan pembelajaran sastra. Seperti yang diungkapkan oleh Rahmanto (1988: 27-33) ada tiga aspek yang harus dimiliki  yaitu: bahasa, psikologi, dan latar budaya  siswa.
      Dilihat dari aspek bahasa tentunya kumpulan cerpen ini sangat tepat karena memiliki bahasa yang berbeda. Diantaranya bahasa yang dominan yang di gunakan hampir semua judul cerpen ini bahasa Melayu, dan ada juga bahasa Jawa. Dengan membaca cerpen ini diharapkan para siswa memperoleh tambahan  pembendaharaan kosa kata. Misal bagi siswa yang berada pada antara daerah Rangkasbitung, Pandegelang dan Tangerang yang mayoritasnya memakai bahasa Sunda dalam berkomunikasi sehari-harinya akan memperoleh pembendaharaan bahasa Melayu dan daerah. Sedangkan bagi siswa yang berada di Serang dan Cilegon yang mayoritasnya berbahasa Jawa dalam berkomunikasi sehari-harinya tentu juga akan memperoleh pembendaharaan bahasa Melayu dan daerah lain juga.
            Ditinjau dari segi psikologis atau dari kejiwaan adalah hal yang paling penting dalam menentukan kesesuaain dalam pembelajaran cerpen di SMA. Karena dalam pemelajarannya siswa SMA tentu sudah dapat mengimbangi hal-hal tentang kebaikan dan keburukan dalam hidup dan dalam menghargai kehidupannya sehingga dapat paham apa yang sedang dibicarakan oleh gurunya. Kematangan jiwapun sudah cukup, sebagaimana yang kita ketahui siswa SMA berusia antara 15 samap 17 tahun.  Dimana pada masa-masa seperti ini siswa mencari jati dirinya.maksudnya mencari keyakinan pada hati dalam melakukan suatu tindakan. Bagi siswa yang membaca kumpulan cerpen Juru Masak, para siswa akan disuguhkan berbagai peristiwa dan menumbuhkan jiwa-jiwa untuk tetap melestarikan budaya bangsa. Bila kita kaitkan dengan aspek kejiwaan siswa SMA, tentunya kita sebagi tenaga pendidik harus tetap mendampingi dan memberikan arahan. Sebab dalam usia ini para siswa masih labil maka, perlu adanya keyakinan dalam diri siswa.
         Ditinjau dari aspek budayanyapun, kumpulan cerpen Juru Masak ini memiliki kebudayaan Minangkabau yang cukup kompleks. Didalam kumpulan cerpen Juru Masak ini banyak sekali yang mengandung berbagai macam unsur budaya Minang. Hal  ini dapat dilihat dari rasa saling tolong menolong, dan menjunjung tinggi adat tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang agar terus bertahan dari budaya barat. Seperti yang dilakukan oleh dusun Suayan dalam mempertahankan tradisi ratapan disamping pembaringan alamarhum. Atau seperti Tanur yang jiwa solodaritasnya dalam menolong walaupun bukan saudaranya.
            Bagaimanapun juga seorang guru tidaklah mungkin dapat memungkirinya bahwa latar belakang sosial budaya siswanya. Oleh karenanya itu, latar belakang budaya siswa akan mempengaruhi dalam proses pembelajaran siswa. Apabila    seorang guru menyampaikan materi pelajaran atau dalam memberikan materi cerpen yang sesuai dengan latar belakang budaya siswanya guna menarik minat mereka untuk membacanya. Selain itu juga, dengan membaca karya sastra khususnya cerpen ini semoga akan memberikan wawasan dan warna baru tentang kebudayaan yang ada disekitar mereka tinggal.    

4.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajarannya (RPP)
          Adapun dalam rencana pembelajaraannya hendaknya harus disesuaikan dengan tujuannya dalam pembelajaraanya.  Adapun yang menjadi tujuan utama dalam pembelajaran di sekolah adalah menjadikan siswanya menjadi manusia yang berbudaya dan berbudi pekerti yang luhur dalam usaha membentuk dan membangun kepribadian siswa dan berwawasan lingkungan (budaya).
            Karenanya, dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran tentu dibutuhkan pelaksanaan agar, yang menjadi tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. Berikut ini adalah rencana pelaksanaan pembelajaran mendengarkan yang penulis susun dibawah ini.


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

Sekolah                       : SMA
Mata Pelajaran            : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester            : XI/2
Standar Kompetensi   : Mendengarkan
                                   Memahami pembacaan cerpen
Kompetensi Dasar      : Menemukan nilai moral, budaya, dan sosial dalam cerpen yang dibacakan
Indikator                     : Menemukan nilai moral, budaya, dan sosial dalam cerpen
                                   Mendiskusikan nilai-nilai tersebut
Alikasi waktu              : 2 x 40 menit (1 x pertemuan)
1.  Tujuan Pembelajaran
Siswa diharapkan mampu untuk menjelaskan unsur intrinsik serta mampu untuk menjelaskannya nilai budaya yang terkandung dalam cerpen.

2.  Materi Pembelajaran
1. pengertian cerpen
2. pengertian unsur intrinsik
3. pengertian unsur ekstrinsik (nilai moral, budaya, dan sosial)
4. unsur budaya

3.  Metode Pembelajaran
1. ceramah
2. tanya jawab
3. penugasan
4. inkuiri

4.  Langkah-langkah Kegiatan pembelajaran
a.   Kegiatan Awal
1. Guru mengabsen siswa
   2. Guru memperlihatkan sebuah kumpulan cerpen
b.  Kegiatan Inti
  1. Guru menjelaskan materi tentang pengertian cerpen
   2. Guru menjelaskan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik
   3. Guru menunjuk beberapa orang siswa untuk melakukan diskusi
   4. Guru dan siswa tanya jawab
c.   Kegiatan Akhir
   1. Guru memberi penugasan, tentang unsur-unsur  dan nilai-nilai budaya
   2. Guru memberi simpulan pada siswa
   3. Guru dan siswa melakukan refleksi

5.   Sumber atau Bahan Belajar
1. Buku kumpulan cerpen Juru Masak karya Damhuri Muhammad
2. Buku paket Bahasa dan Sastra Indonesia SMA kelas XI

6.   Penilaian
1. Teknik                           : Tugas individu
2. Bentuk Instrumen         : Tes uraian bebas

   1. Nilai-nilai apa yang terkandung dalam kumpulan cerpen  Juru masak ?
   2. Unsur budaya apa yang ada pada kumpulan cerpen Juru Masak ?




Kriteria Penilaian
Aspek
Kriteria Penilaian
Skor
Siswa dapat menyebutkan nilai-nilai yang ada pada kumpulan cerpen Juru Masak
Benar dan tepat
Kurang tepat
Tidak tepat
60
30
10
Siswa mampu menyebutkan unsur-unsur budaya yang ada pada kumpulan cerpen Juru Masak
Benar dan tepat
Kurang tepat
Tidak tepat
60
30
10

                                                                                       Serang,   Maret 2011
                                                                                       Guru Mata Pelajaran










BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
         Manusia sebagai pencipta dan pengguna kebudayaan tentu akan terus berhadapan yang namanya problematika kebudayaan. Salah satu yang harusa diperhatikan adalah bagaimana kita dalam menyikapi perkembangan dan perubahan kebudayaan. Kebudayaan akan terus mengalami perubahan selama kita, manusia masih ada kehidupan di muka bumi ini. Karena kebudayaan bersifat dinamis. Hal yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana kita harus menyikapi dan memilih kebudayaan asing yang masuk dan usaha bagaimana kita mengembangkan kebudayaan asli yang kita miliki.
         Berdasarkan hasil dari analisis terhadap kumpulan cerpen Juru Masak  karya Damhuri Muhammad yang dilakukan dalam bab IV, di sini penulis hanya menyampaikan beberapa kesimpulan dan saran sebagai hasil dari pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya.
Adapun beberapa hasil dari simpulan itu adalah sebagai berikut.
1. Meskipun umumnya di Sumatera Barat, tapi, berbeda pula untuk masyarakat Minangkabau. Bagi masyarakat Minang unsur religi atau kepercayaan ini sangat dijunjung selain untuk sebuah pondasi atau landasan pada diri seseorang agar tetap berlindung pada-Nya, Allah yang bisa segala-galanya.
Bagi masyarakat tempat untuk memupuk pondasi itu adalah surau. Sehingga surau selalu dipenuhi oleh riuh suara anak-anak yang mengaji, bahkan tidak hanya dibulan puasa saja.  Bagi mereka surau bukan hanya sebagai tempat tinggal, tempat untuk menuntut ilmu agama, mengaji, wiridan, dan solat berjamaah, tetapi lebih pada itu adalah proses pendewasaan bagi anak laki-laki agar tidak bergantung lagi pada orang lain ketika dirantau.  
2.     Budaya Minangkabau juga kental akan syarat budaya adat istiadatnya. Terlihat  dan tercermin dari kehidupan masyarakatnya yang masih menggunakan tradisi dari leluhur mereka. Baik kesetaraan maupun sesama masyarakat. Bagi warga Minangkabau harga diri merupakan inti dari sebuah kehidupan. Dimana masyarakat di Lerah Panjang misalnya, mereka malu dan merasa terhina ketika dalam acara penjamuan masakan atau makanan yang tersaji tidak enak bagi mereka para tamu dan undangan yang datang. Acara akan batal dan bubar, dan gunjingan akan bergumam dari para mulut tamu, dan warga masyarakat disekitar. Karena dalam penjamuannya tidak menghargai para tamu dan undangan yang datang.
Dalam acara kematianpun tak luput dari gunjingan para mulut tamu dan masyarakat sekitar, karena tidak melangsungkan adat dan tradisi yang sudah ada sejak leluhur mereka ada.  Gunjingan itu akan ada bila tidak ada ratapan-ratapan yang memilukan dari orang yang bisa meratap. Seperti Raisya si tukang ratap dari Suayan, yang lebih dalam ratapannya dari pada keluarga yang ditinggalkannya. Bagi masyarakat Minang tradisi harus ada dan dijunjung, sebab dengan tradisi mereka merasa ada dan hidup. Bahkan kesetaraanpun harus dijunjung dan dibedakan, bagi warga Minangkabau, disuatu kampung anak laki-laki haruslah tinggal disurau. Tidak boleh di rumah. Bila tidak cemoohan dan gunjingan dari para mulut tetangga akan berhamburan.
3.     Perbedaan genderpun sangat  dijunjung bagi masyarakat Minang.  Karena sangat berperan andil dalam budaya Minang. Disuatu kampung anak perempuan akan lebih diagung-agungkan dari pada anak laki-lakinya.  Seperti warga kampung Suayan anak perempuan ibarat kita menyimpan celengan babi yang gemuk, yang suatu saat nanti bisa dipecahkan kapan saja mereka mau. Maka, wajar bila di rumah-rumah  mereka yang luas hanya akan diisi oleh anak-anak perempuan di kamarnya. Tidak ada istilah kamar untuk anak laki-laki. Mereka akan tidur dan tinggal di surau hingga waktunya tiba bagi mereka, anak laki-laki Minang.
4.     Cara hidup kekeluargaan sangat erat  dan akrab sebagai suatu budaya yang harus dipupuk dan dijaga. Bagi masyarakat Minang  hidup saling gotong royong merupakan cerminan hidup yang damai.  Bergotong royong dan membantu merupakan sikap budaya yang harus ditanamkan pada jiwa-jiwa orang Sumatera Barat khususnya masyarakat Minang.
Bagi masyarakat Minangkabau sikap saling membantu harus ada dan dilahirkan serta ditumbuhkembangkan, sehingga ketika sudara kita ada dirantau maka akan terpanggial jiwanya untuk sama-sama saling membantu seperti keluarga Tanur yang tinggal didaerah Jawa  ketika sudara satu tanah kelahiran dengannya maka Yanuar di sambut dan dijemput oleh Tanur di stasiun Tugu. Bagi masyarakat Minangkabau saling tolong menolong sangatlah penting dan berarti apalagi di negeri rantau orang.

5.2 Saran
         Bagi penulis adapun saran-saran yang ingin disampaikan pada para pembaca adalah khususnya bagi kumpulan cerita pendek sebagai berikut.
1.    Bagi guru bahasa dan sastra Indonesia adalah, peningkatan mutupembelajaran sastra di SMA salah satunya ialah keefektifan  guru dalam memilih bahan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan siswa dan perkembangan kesusasteraan Indonesia. Dalam memilihbahan pembelajaran sastra, sebaiknya para pengjar sastra memberikan materi pembelajaran harus disesusikan dengan perkembangan psikologis siswa, latar belakang sosial budaya siswa, dan system bahasa siswanya.
2.     Bagi dunia pembelajaran, hasil dan penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya bahan pembelajaran bahasa Indonesia di SMA  dalam proses  kegiatan belajar-mengajar bahasa Indonesia. Selain itupula, penelitian ini berupaya memberi manfaat dalam hal menyusun rencana pembelajaran yang inovatif sehingga siswa dapat lebih tertarik untuk belajar dan mapu menyerap materi  dengan maksimal. Bahan pembelajaran sdastra yang baik harus didukung oleh semua komponen yang ada. Baik guru dan murid, materi dan rencana pembelajaran dengan keleluasaan tanpa merasa bosan dan jenuh.
3.    Untuk siswa adalah, diharapkan kehadiran cerpen atau cerita pendek ini dalam pelajaran sastra akan menambah pembendaharaan bahan pembelajaran yang akan disampaikan.  Cepen hanyalah sebagai media untuk meningkatkan apresiasi siswa. dengan membaca cerpen ini diharapkan para siswa akan meningkatkan apresiasi siswa. dengan ini pula siswa akan terlatih untuk mencintai karya sastra, dan pada akhirnya para siswa akan merasakan manfaat dari membaca. Dengan mempertimbangkan manfaat  membaca cerpen ini adalah sebagai kehidupan, selayaknya siswa menjadikan cerpen ini sebagai salah satu bacaan untuk memperkaya wawasan ilmu pengetahuan dan tujuannya tak lain adalah agar siswa dapat menyerap pesan-pesan sastrawan yang terkandung di dalam karya sastranya.
4.     Bagi peneliti adalah diharapkan dapat meneliti keseluruhan aspek yang ada dan belum diteliti oleh peneliti saat ini perlu diadakan penelitian lanjut terhadap analisis budaya dari Kumpulan cerpen yang berbeda seta dari karakteristik unsur budaya yang berbeda pula. 







DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi.1998. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan praktik.   Jakarta:   Rineka Cipta.

Arifin, Syamsir. 1991. Kamus Sastra Indonesia. Padang: Angkasa Raya.
Djajasudarma, Fatimah. 2006. Metode Linguistik Ancangan: Medode dan Kajian. Bandung: Eresco.

Endraswara, Suardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta:         Medpress.
Esten, Mursal. 1993. Kesusasteraan Pengantar dan Sejarah. Bandung: Angkasa.
Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Antropologi Sosial Budaya Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Majid, Abdul. 2005. Perencanaan pembelajaran, Mengembangkan Standar kompetensi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Muhammad, Damhuri. 2009. Juru Masa. Depok: Koekoesan.
Mulyasa. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexi J. 2006. Metodologi Penelitian kualitatif edisi revisi. Bandung: rosdakarya.

Marahimin, ismail. 2005. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.
Nurgiantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada  University Press.

Rampan, korrie Layun. 1999. Aliran Jenis Cerita Pendek. Jakarta: Balai      Pustaka.
Rahmanto, B. 1993. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Sudjiman, Panuti.1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: UI Press
Sumardjo, Yakob dan Saini, K.M (1988). Apresiasi kesusasteraan. Jakarta:             Gramedia.

Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:         Alfabeta.

Sastrowardoyo, Subagio.1999. Sastra dan Budaya. Jakarta:  Balai Pustaka.
Zaidan, Abdul Rozak, Anita K. Rustapa, dan Hani’ah. Dkk. 2004. Kamus Istilah   sastra. Jakarta: Balai Pustaka.















RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis lahir di Serang pada tanggal 6 Mei 1988, dari ibu yang bernama Karni dan Ayah yang bernama M. Sidin. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Adapun perjalanan pendidikan formal penulis dimulai sejak tahun 1994. Pada tahun tersebut penulis sudah masuk Sekolah Dasar Negeri Kesatrian di Banten dan lulus pada tahun 2000. Setelah lulus dari Sekolah Dasar  penulis langsung masuk MTs Massaratul Muta’allimin Banten, dan lulus pada tahun 2003. Kemudian melanjutkan ke SMK Pasundan 1 Serang, dan lulus pada tahun 2006. Setelah lulus penulis berkesempatan untuk lanjut ke jenjang Perguruan Tinggi Negeri Untirta Serang Banten. Masuk pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar